|

PEMBANGUNAN PROYEK KAWASAN INDUSTRI DAN PELABUHAN MILIK PT. BORNEO ALUMINDO PRIMA (HANGZHOU JINJIANG GRUP) DIDUGA DIBANGUN MENGGUNAKAN MATERIAL TIMBUNAN DARI GALIAN C ILEGAL


Media Nasional Obor Keadilan | Kendawangan | [ 01 Desember 2018 ]    
Proyek pembangunan pabrik aluminium dan pelabuhan khusus yang berlokasi di Desa Pagar Mentimun Kecamatan Matan Hilir Selatan Kabupaten Ketapang, hal ini sesuai SK Informasi Lahan Bupati Ketapang Nomor 654.1/35/DPU-E seluas 2.340 hektar dan SK izin lokasi Bupati Ketapang Nomor 249/PEM/2013 seluas 1.150 hektar, yang dikelola oleh PT.BORNEO ALUMINDO PRIMA dan PT.KETAPANG BANGUN PRIMA yang merupakan perusahaan yang tergabung di HANGZHOU JINJIANG GRUP CO.,LTD yang berpusat di kota Lin’an provinsi Zhejiang China.

Pada proyek ini HANGZHOU JINJIANG GRUP CO.,LTD pada tahap awal menginvestasikan dana sebesar 1,250 juta USD yang diperuntukkan bagi pembangunan kawasan industri, pabrik aluminium dengan kapasitas 4,5 juta ton pertahunnya, pembangunan PLTU 15 x 25 MW serta pembangunan pelabuhan khusus.

Direncanakan industri aluminium yang dikelola oleh perusahaan PT.BORNEO ALUMINDO PRIMA  bahan bakunya berupa bouksit akan disuplay oleh 9 perusahaan diataranya Pt. Tamindo Mutiara Perkasa, Pt. Fortuna Jaya Makmur, Pt.Kindai Mandiri Sejahtera 290,  Pt.Kindai Mandiri Sejahtera 291, Pt.Agrabudi Gasutama Prima, Pt. Cakrawala Mandiri Sedaya, Pt. Tayan Alumina Abadi dan Pt.Meliau Ratu Abadi dengan total rencana produksi 10 juta ton pertahunnya.
Pembangunan yang saat ini sedang dilaksanakan masih pada tahapan persiapan lahan, baik pekerjaan landclearing serta penimbunan dan pekerjaan konstruksi awal lainnya, namun yang sangat disayangkan adalah suplai material yang digunakan untuk pekerjaan timbunan diduga disuplai dari lokasi galian yang tidak resmi alias ilegal. Lokasi penambangan material timbunan berdasarkan penelusuran media nasional OBORKEADILAN.COM berasal dari belakang pesantren Miftaluh Ulum dusun Gayam Desa Sungai Gantang Kecamatan Kendawangan, dimana lokasi tersebut juga merupakan milik yayasan pesantren tersebut.

Sesuai pengakuan salah satu pengurus yayasan pesantren Miftaluh Ulum yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa “galian tersebut tidak memiliki ijin penambangan juga tidak memiliki ijin lingkungan sebagai mana mestinya, namun biaya yang didapat dari hasil penjualan tanah laterit tersebut akan digunakan untuk membangun pengembangan fasilitas pesantren” ujar beliau. 

Sementara menurut Ibrahim, Myh yang merupakan kordinator Nusantara Coruption Watch (NCW) wilayah Kalimantan Barat mengatakan bahwa aktivitas penambangan tanah laterit tersebut tidak mengantongi Ijin Usaha Penambangan (IUP) sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, beserta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi dan yang tak kalah penting adanya ijin lingkungan dari pihak pemerintah kabupaten Kendawangan atau Pemkab Kalimantan Barat, namun hal itu tak satupun dimiliki oleh pengelola galian tersebut” ujarnya kesal.

Pantauan dilapangan aktivitas galian yang menggunakan alat berat jenis excavator dan diangkut oleh puluhan kendaraan jenis dump truk hilir mudik menuju lokasi penimbunan melewati jalanan umum yang menimbulkan debu dan tidak ada aktivitas penyiraman yang dilakukan oleh pengelola galian C tersebut. Galian tersebut menurut keterangan beberapa warga dikordinir oleh seseorang bernama Mr. Deril alias Maxklem alias Mc lean D. Meray yang diduga adalah seorang preman dan merupakan tangan ketiga penampung galian tanah laterit PT.BORNEO ALUMINDO PRIMA.

Disaat yang berbeda bertempat diruang Kapolres Ketapang AKBP Yuri Nurhidayatsaat dikonfirmasi beberapa awak media terkait adanya aktivitas penambangan yang tidak memiliki legalitas tersebut dalam satu pernyataannya beliau mengatakan “ Perlu bapak ketahui bhw permasalahan perijinan Galian C didaerah kami sangat rumit dam memakan waktu yg lama . Di daerah Kendawangan dan sekitarnya tdk ada badan usaha dan perorangan yg memiliki ijin usaha galian C yg sdh mendapat ijin produksi. Permasalah ini sdh sy sampaikan dirapat Forkopimda. Aktivitas penambangan/ galian C boleh saja tidak memiliki ijin asalkan tidak disuplay keluar daerah atau tidak diperjual belikan ke luar daerah dan masalah penertiban penambangan yang tidak memiliki ijin adalah wewenang pemerintah setempat melalui Satpol PP” ujarnya. 






Sampai saat berita ini diturunkan aktivitas galian yang disuplai ke lokasi pembangunan kawasan industri dan pelabuhan yang dikelola pihak PT.BORNEO ALUMINDO PRIMA masih tetap berlangsung walau material yang digunakan bersumber dari galian yang tidak memiliki legalitas yang jelas sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No.. 1 tahun 2014 tentang perubahan ke dua atas PP No. 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

Editor : Redaktur
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini