Foto Ilustrasi
Aku tak menyangka selepas kepulanganku ke kampung halaman dan kembalinya ke Medan. Pikiranku terbuka karena suatu hal yang membuatku prihatin. Hal yang nyatanya sering terlupakan namun juga membuat bersyukur. Aku bersyukur dipertemukan dengan mereka. jika tidak, mungkin aku akan tetap tidakbersyukur hingga kini. Jika berkenan, inilah kisahku yang akan ku bagi dengan kalian.
Waktu itu saat aku turun dari bus, kira-kira sekitar pukul lima subuh lewat. Setelah aku turun dari bus, aku melihat pemandangan yang tak biasa. Ada dua orang anak kecil tepat di bawah jembatan tersebut sedang meminta minta dengan baju dan tampilan yang lusuh. Di sebelah mereka ada seorang anak perempuan kecil yang saat itu tidur berbantalkan lengan kecilnya dan berselimutkan debu.
Melihat hal itu aku berpikir, ini kah keadilan yang di janjikan oleh para penguasa? Hingga seorang anak kecil yang harusnya sekolah menuntut ilmu harus dipaksa memecahkan sebuah karang. Harusnya seusia mereka mengukir senyum karena menikmati bangku sekolah.Namun kini,mereka malah harus berpikir bagaimana menjalani hidup yang seberat ini. Aku menghampiri mereka dan memberi uang berjumlah sepuluh ribu Rupiah kepada anak itu. Lalu, saya pun bertanya padanya.
โDik, kenapa kamu mengemis dan kenapa kamu tidak mau ikut pihak KPAI?โ tanyaku penasaran.
โ Kami hanya perlu makan bang. Untuk saat ini karena dengan makanlah kami bisa bertahan hidupโ jawabnya.
โApakah kamu ingin sekolah?โ
โKalau keinginan sekolah saat ini, saya belum ada bang. Tapi saya mau kalau adik saya yang ini (sambil menunjuk si adik perempuannya yg masih tidur) menjadi sukses.โ
Setelah itu saya diam dan tiba tiba dia bertanya pada saya
โAbang ini mau kemana?โ
โMau kuliah dik, baru masuk ini,karena dua bulan yang lalu liburโ
โEnak ya bang punya orang tua seperti abang. Tanpa susah payah mencari uang bisa makan, tidak seperti kami iniโ
Saat aku ingin berlalu dari mereka tiba tiba si adik bangun dan mengambil air mineral. Aku memperhatikannya, dia seperti berwudhu dan benar dia memang berwudhu. Setelah ia berwudhu ia menanyakan kepada si abang.
โAbang sudah shalat?โ tanya adik kecil itu yang baru bangun dari tidurnya
โSudah dekโ abangnya menjawab dengan suara pelan
Sontak batinku terkejut dan berkata, โTernyata di balik kesulitan mereka, mereka masih ingat akan Tuhanโ. Lalu abang dari adik kecil itu bertanya kepadaku yang daritadi tenggelam dengan pikiranku.
โAbang udah shalat?โ tanya gadis kecil itu kepadaku
Aku terkejut, karena saat itu aku blm shalat subuh. Ya aku disitu sangat malu karena terlalu malu ku itu aku terpaksa berbohong pada mereka.
โ Sudahโ jawabku
Karena angkot sudah ada, aku pun ingin beranjak pergi tapi seketika sang abg berkata,
โBang hati hati! Semoga sukses ya bangโ.
Dalam hati ingin rasanya aku menangis melihat ketegaran mereka. Yang saat itu sangat jauh bertolak belakang dengan ku yang suka bermalas malasan. Lalu aku bertanya kepada mereka.
โDik kamu sudah makan?โ
dengan suara pelan dia menjawab
โBelum bangโ
Aku pun membuka tas dan memberikan nasi yang tadinya di buatkan khusus oleh mamak ku untuk makan. Setelah itu aku memberikan kepada mereka beserta tempatnya.
dia mengucapkan โterima kasihโ
Aku pun pamit dan beranjak pergi dan sebelum pamit aku memasukkan di kotak air mineral kecil mereka uang lima puluh ribu Rupiah. Saat dia melihatnya kemudia berkata โTerima kasih bangโ
Aku pun berlalu menaiki angkot dengan banyak pertanyaan di dalam diriku. Mencoba mengoreksi diriku yang jauh dari kata bersyukur. Aku mendapat pelajaran dari pertemuan dengan dua anak kecil itu.
Penulis : Miftahul Zannah Mahasiswi PBI UINSU
 
















 
 
 
 
 
 
 
 
 
