|

Motif Pembunuhan Berencana Terhadap Brigadir Yosua Bukan Soal Selangkangan Melainkan Kegiatan Spionase


Kolase foto alm Y, pada gambar istimewa dikala Pak Tito saat Kapolri berjalan dengan Kombes Ferdi Sambo kala itu/doc Obor Keadilan 

Oleh: Saiful Huda Ems.

Media Nasional Obor Keadilan| Jakarta, Minggu (4/9), Sejak awal gegernya kasus pembunuhan terhadap Brigadir J, Polri dan berbagai lembaga seperti Kompolnas, Komnas HAM, LPSK dll. selalu menyatakan bahwa kungkinan motif pembunuhan terhadap Brigadir J ini adalah persoalan pelecehan sexual. Dan meskipun Polisi telah menghentikan proses perkara (baca: di SP3) laporan pidana yang dilakukan oleh PC terhadap Brigadir J, saat ini Komnas HAM dan Komnas Perempuan serta LPSK mendengungkan kembali akan adanya pelecehan bahkan kekerasan sexual yang dilakukan oleh korban (Brigadir J) terhadap PC.

Tak hanya itu, mantan kuasa hukum keluarga Bharada E, Deolipa Yumara juga menginformasikan ke berbagai media tentang dugaan perselingkuhan antara PC dan KM, mantan sopir pribadi PC. Tuduhan Deolipa ini konon berdasarkan dugaan yang terucapkan dari Bharada E. Sedangkan Kuasa Hukum keluarga korban (Brigadir J), Kamarudin Simanjuntak memberikan analisa yang lain, yakni adanya kemungkinan perselingkuhan FS terhadap seorang Polwan cantik yang diketahui Brigadir J dan dilaporkan ke PC (istri FS) yang mengakibatkan FS marah dan dendam lalu membunuh Brigadir J. Mana dari semua dugaan motif pembunuhan itu yang benar?

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.

Jika kita simpulkan dari semua dugaan motif pembunuhan itu, ujung-ujungnya adalah persoalan selangkangan alias kejahatan kelamin. Kalau ini persoalannya, maka bisa jadi nantinya yang dipersalahkan adalah alat kelamin yang tidak tertib. Bila ada istilah penyalah gunaan wewenang (Abuse of Power), lalu apa istilah yang tepat untuk penyalah gunaan alat kelamin (Penjahat Kelamin)? Tidak lucu bukan?. Karenanya saya mencoba untuk memberikan analisa lain yang berbeda dari semua itu. Namun sebelum saya keluar dari berbagai segala tuduhan itu, tentunya saya harus terlebih dahulu mematahkan berbagai argumentasi yang mengarah pada tuduhan motif pembunuhan yang berkutat pada persoalan selangkangan itu bukan?.

Rumus pertama: Dalam kondisi tertekan, "Bambu Runcing" itu mustahil bisa "berdiri" kecuali yang ada di berbagai Blue Film. Brigadir J sebelumnya sudah sangat mengerti bahwa ia sedang diintai oleh teman-temannya sesama ajudan FS, mustahil rasanya dia masih sempat berpikir negatif soal selangkangan PC. Rumus kedua: Sebagai bawahan, sangat tidak mungkin Brigadir J memasuki kamar terlebih kemudian melakukan pemerkosaan. Ini tuduhan gila. Orang seperti kita jangankan memasuki kamar istri Pak Jenderal, memasuki kamar perempuan lain yang bukan atasan kita saja tidak mungkin berani, kecuali diminta. Rumus ketiga: Meskipun banyak kejadian sopir majikan selingkuh dengan istri bosnya, itu tidak mungkin dilakukan disaat di rumah bosnya banyak pengawal lainnya. Apalagi bosnya seorang jenderal dan sopirnya orang (maaf) berekonomi lemah serta wajahnya tidak marketable. 

Lalu bagaimana dengan dugaan dendam karena Brigadir J melaporkan ke PC soal perselingkuhan FS? Ini juga rasanya tidak mungkin, hidung belang yang kaya raya serta berpangkat jenderal tidak mungkin gemetar hanya oleh kemungkinan amarah dan sumpah serapah istrinya, kecuali istrinya jauh lebih kaya, lebih berpangkat dan lebih berpengaruh !. Jadi kalau demikian apa sesungguhnya kemungkinan dari motif pembunuhan ini? Setelah sekian minggu saya ikuti terus menerus perkembangan kasus ini, saya tidak menemukan jawaban rasional yang keluar dari Polri dan semua lembaga yang turut serta terlibat dalam penanganan kasus ini. Kemudian saya mencoba menganalisanya dari hal lain, dimana hukum dan politik berhimpitan disana.

Perlu kita semua ketahui, sebelum korban (Brigadir J) menjadi ajudan Irjen FS, Polisi muda dan gagah yang berusia 28 tahun dan lahir dari keluarga sangat sederhana di sebuah kampung di Sumatera ini, pernah bertugas di Papua sebagai Provos. Apa itu Provos? Dalam Peraturan Kapolri No. 2 tahun 2016 Tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri. Dalam peraturan ini disebutkan, "Provos Polri adalah satuan fungsi pada Polri yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertip kehidupan anggota Polri". Provos merupakan sub organisasi yang berada di bawah Propam (Profesi dan Pengamanan), yang bertanggung jawab terhadap masalah pembinaan profesi dan pengamanan di lingkungan internal Polri. Tak hanya di Mabes Polri, Provos juga ada di tingkat Polda, Polres hingga Polsek.

Lalu apa hubungannya tugas provos Brigadir J yang pernah ditugaskan ke Papua sebelum menjadi ajudan FS dengan kasus kematiannya ini, inilah yang akan saya jelaskan:

Panitia Kerja (Panja) pernah transfer ke daerah dan Dana Desa, yang menetapkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp. 16 Triliun untuk dialokasikan kepada Provinsi Aceh, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pada RUU APBN Tahun Anggaran (TA) 2022. Dan dari berbagai kabar yang sempat kami dengar, dana itu banyak diselewengkan oleh oknum-oknum pejabat di daerah dan di pusat. Bahkan karena begitu menggiurkannya dana truliunan itu, hingga membuat oknum-oknum itu tak lagi rasional, lalu mengabaikan prinsip nasionalismenya. Inilah yang (konon) mengakibatkan seorang gubernur di Papua korup dan mendukung gerakan-gerakan separatisme di Papua dengan bantuan uang itu. 

Beberapa oknum pejabat di pusat seolah menutup mata semua itu asal dapat setoran. Dan di antara oknum pejabat itu, salah satunya adalah FS dan mantan pimpinannya yang pernah membuat "Lembaga Ghaib" di institusi Polri, yang mengendalikan berbagai kasus Bisnis Hitam dlsb. Brigadir J yang pernah bertugas sebagai Provos di Papua kemungkinan besar mengetahui semua rahasia itu, dan saat ia hendak melaporkan ke atasan yang sangat dipercayainya, ia ketahuan FS hingga kemudian dibunuh. Perlu digaris bawahi, apa yang saya kemukakan itu hanyalah merupakan analisa dari kacamata seorang pemerhati politik dan praktisi hukum. Saya tidak menjamin apa yang saya kemukakan ini semuanya benar, bisa jadi salah. Olehnya saya tetap menginginkan agar kasus ini dipercayakan saja pada pengadilan yang akan memproses dan memvonisnya...(SHE).

04 September 2022.

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.

Komentar

Berita Terkini