|

10 Oligark Batubara Terbesar di Indonesia di bawah Pemerintahan Jokowi

ket: gambar Para oligark batubara terbesar di Indonesia. (Project M/ M. Nauval Firdaus/ Zulfikar Arief)


BATUBARA telah lama jadi objek pemuas nafsu penguasa di Indonesia.

Sebelum Indonesia merdeka, pemerintah kolonial Belanda pertama kali mengeruk batubara di Palaran, Kalimantan Timur, pada 1861, setelahnya mulai menambang di Ombilin, Sumatera Barat, pada 1892.

Pulau Kalimantan dan Sumatera memang “supermarket” batubara. Per 2020, cadangan batubara Kalimantan dan Sumatera masing-masing menyentuh 25,84 miliar ton dan 12,96 miliar ton. Selain itu, Kalimantan memiliki sumber daya batubara sebesar 88,31 miliar ton dan Sumatera punya 55,08 miliar ton. Untuk diketahui, sumber daya mesti dikaji lebih lanjut sebelum statusnya naik menjadi cadangan yang layak ditambang.

Pada 1976, presiden otoriter Soeharto menerbitkan instruksi untuk memprioritaskan rehabilitasi sarana kerja tambang dan peningkatan produksi batubara nasional. Saat itu, permintaan batubara dunia meningkat. Ia dianggap bisa jadi sumber energi alternatif di tengah krisis minyak karena embargo negara-negara Arab pada 1973.

Namun, bisnis batubara baru benar-benar memelesat sejak awal 1990-an, setelah Soeharto membuka kembali sektor pertambangan batubara Indonesia untuk investasi asing. Imbasnya, semua berlomba menggali lumbung “arang”. Produksi batubara Indonesia terus naik dari 13 juta ton pada 1991 hingga 606,7 juta ton pada 2021.

Hingga 2021, ada 66 perusahaan batubara beroperasi dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan 1.162 perusahaan dengan izin usaha pertambangan (IUP).

Batubara digunakan di dalam negeri untuk menghidupkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan mendorong laju industri. Ia pilihan murah untuk melistriki Indonesia. Per 2021, total kapasitas pembangkit listrik nasional menyentuh 74 gigawatt (GW), 37 GW di antaranya dari PLTU. Butuh sekiranya 113 juta ton batubara untuk menghidupkan seluruh PLTU itu.

Bila menggunakan perhitungan Badan Administrasi Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat, setiap juta ton batubara yang dibakar bisa menghasilkan emisi hingga 3,17 juta ton CO2. Maka, tambahan emisi Indonesia pada 2021 dari PLTU saja dapat mencapai 358 juta ton CO2.

Pembakaran batubara di PLTU memancarkan sejumlah polutan dan bahan kimia berbahaya. Merujuk studi Universitas Harvard dan Greenpeace pada 2015, kematian dini akibat PLTU di Indonesia mencapai sekitar 6.500 jiwa per tahun. Angkanya bisa meningkat jadi 15.700 jiwa per tahun seiring pembangunan berbagai PLTU baru.

Tak hanya itu, batubara telah mengancam lingkungan dan kesehatan sejak tahap eksploitasi. Misalnya Muara Enim, kabupaten dengan cadangan batubara terbesar di Sumatera Selatan, yang jadi lokasi operasi dan kantor pusat BUMN batubara PT Bukit Asam. Di sana, penggalian batubara bikin sungai tercemar. Banjir dan longsor rutin menyapa. Kawasan hutan menyusut. Lahan-lahan pertanian dan perkebunan menciut. Konflik lahan sudah biasa. Tambang ilegal di mana-mana. Kesehatan warganya buruk.

Namun, dengan segala mudarat yang dibawanya, kenapa batubara masih jadi primadona di Indonesia?

Selain jadi opsi murah untuk menyalakan pembangkit, batubara kerap disebut berjasa menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan menutup defisit neraca perdagangan akut. Selain itu, tentu saja, ia mendongkrak dan melanggengkan kekayaan para taipan.

Para konglomerat pemilik bisnis batubara punya jaringan dan pengaruh kuat di pemerintahan. Maka, jangan heran, rencana membatasi produksi batubara nasional menjadi maksimum 400 juta ton mulai 2019 batal begitu saja. Larangan ekspor batubara sepanjang Januari 2022 pun bisa dicabut dalam rentang dua minggu setelah diumumkan. Pemerintahan Jokowi boleh sok galak di awal, tapi ujung-ujungnya toh meladeni pula kemauan para oligark batubara.

Per 2020, lima induk usaha batubara terbesar di Indonesia adalah PT Bumi Resources yang dikendalikan keluarga Bakrie, Grup Sinar Mas Mining milik keluarga Widjaja, PT Adaro Energy yang dikontrol bersama oleh keluarga Thohir serta keluarga Soeryadjaya dan kerabatnya, PT Indika Energy yang dikontrol keluarga Sudwikatmono, dan PT Bayan Resources yang dipimpin Low Tuck Kwong.

BUMN industri pertambangan Mining Industry Indonesia (MIND ID) hanya duduk di posisi keenam. Setiap induk itu menaungi berbagai perusahaan berbeda. Informasi ini didapat dengan menggabungkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, laporan tahunan, dan situs resmi berbagai perusahaan “arang”, serta berita berbagai media massa.

Ada setidaknya delapan oligark yang menguasai enam induk usaha batubara tersebut: Aburizal Bakrie, Fuganto Widjaja, Sandiaga Uno, Edwin Soeryadjaya, Garibaldi “Boy” Thohir, Erick Thohir, Agus Lasmono, dan Low Tuck Kwong. Ada pula pebisnis batubara yang jumlah produksi perusahaannya sebenarnya relatif kecil, tapi memiliki jaringan dan pengaruh kuat di lingkaran konglomerat, militer, politik, dan pemerintahan: Prabowo Subianto dan Luhut Binsar Pandjaitan.

Selain mereka, memang ada Airlangga Hartarto, Surya Paloh, dan Hary Tanoesoedibjo, ketua umum tiga partai politik berbeda yang juga berbisnis “arang”. Namun, skala bisnis batubaranya terhitung kecil karena mereka lebih banyak memperkaya diri di sektor lain. Untuk Airlangga, meski menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, ia tak memiliki jaringan militer kuat seperti Prabowo dan Luhut. Ia bukan “paket lengkap”.

Karena itu, hanya terpilih 10 nama konglomerat batubara dengan skala bisnis, jaringan luas, dan/atau pengaruh besar di pemerintahan Joko Widodo. Di sinilah perjalanan Anda dimulai untuk berkenalan dengan mereka.

1. Aburizal Bakrie

Induk usaha: PT Bumi Resources, memproduksi 81,1 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 136.985 ha di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.
©®®®4

Kerap disapa Ical–yang berarti “hilang” dalam bahasa Jawa atau “dijual” dalam bahasa Sunda, Aburizal Bakri lahir di Jakarta pada 15 November 1946. Si hilang adalah anak sulung Achmad Bakrie, pendiri kerajaan bisnis Grup Bakrie.

Ical masuk usaha ayahnya pada 1972 dengan menjadi asisten dewan direksi PT Bakrie & Brothers, perusahaan induk di Grup Bakrie. Pada 1992, Ical jadi komisaris utama Grup Bakrie, jabatan yang lantas ia lepas pada 2004 setelah menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Grup Bakrie mulai merambah bisnis batubara pada 2001, saat PT Bumi Resources mengakuisisi mayoritas saham PT Arutmin Indonesia, produsen batubara terbesar keempat di Indonesia. Dua tahun kemudian, perusahaan itu membeli 100% saham PT Kaltim Prima Coal, produsen “arang” nomor wahid di Nusantara.

Bisnis batubara Grup Bakrie moncer, hingga Ical dan keluarganya jadi yang terkaya di Indonesia pada 2007 menurut Forbes Asia, dengan total kekayaan 5,4 miliar dolar AS. Setahun berselang, Globe Asia menobatkan Ical sebagai orang paling tajir se-Asia Tenggara dengan kekayaan 9,2 miliar dolar AS. Namun, kejayaannya pudar tak lama berselang karena imbas krisis keuangan global 2007-2008.

Harga saham PT Bumi Resources tercatat hanya Rp67 pada akhir Desember 2021. Padahal, ia sempat menyentuh Rp8.750 pada Juni 2008. Ini karena utang perusahaan menggunung, hingga keluarga Bakrie mesti melepas sahamnya kepada para kreditur.

Itu bagai déjà vu. Grup Bakrie sempat terlilit utang miliaran dolar AS gara-gara krisis keuangan Asia 1997. Saat itu, Ical dan keluarga terpaksa melepas mayoritas sahamnya di PT Bakrie & Brothers, hingga porsi kepemilikannya menciut dari 55% jadi hanya 2,5%.

PT Bumi Resources saat ini masih menyandang status sebagai induk usaha batubara terbesar di Indonesia, dengan produksi mencapai 81,1 juta ton sepanjang 2020. Ical sudah tak aktif mengurus langsung perusahaan.

Anindya Novyan Bakrie, anak sulung Ical, kini menjabat direktur utama PT Bakrie & Brothers, sementara Adika Nuraga Bakrie, keponakan Ical, menjabat direktur utama dan komisaris utama PT Bumi Resources.

Tak mungkin membahas Ical tanpa menyentuh Partai Golongan Karya (Golkar). Ical sempat jadi ketua umum Golkar periode 2014-2019 dan kini ketua dewan pembina (2019-2024). Sejumlah kader partai tersebut menempati posisi strategis di pemerintahan sembari menjaga jaringan bisnis batubaranya.

Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto saat ini jadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Airlangga terafiliasi dengan dua perusahaan batubara: PT Bara Hanyu Kapuas dan PT Multi Harapan Utama. Reza Pribadi, anak konglomerat Henry Pribadi (pendiri Napan Group), tercatat sempat jadi komisaris dan menguasai secara tak langsung saham PT Multi Harapan Utama.

Ketua Dewan Penasihat Golkar Luhut Binsar Pandjaitan kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Ia memiliki perusahaan batubara PT Toba Sejahtra. Keponakannya, Pandu P. Sjahrir, adalah ketua umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).

Selain itu, ada pula Tri Hanurita, kader Golkar anak konglomerat Sudwikatmono, ​​adik sepupu mantan presiden Soeharto. Ia kakak dari Agus Lasmono yang menguasai PT Indika Energy. Suami Tri adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.) Dessano Indrasakti, staf ahli bidang ekonomi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga memiliki bisnis batubaranya sendiri.

Grup Bakrie dekat dengan Grup Sinar Mas yang didirikan konglomerat Eka Tjipta Widjaja. Apalagi Nirwan Bakrie, adik kandung Ical, disebut akrab dengan Franky Oesman Widjaja, salah satu anak Eka. Setidaknya dalam satu dekade terakhir, Grup Sinar Mas terlihat getol “menadahi” aset-aset Grup Bakrie, termasuk aset properti, sawit, dan tambang, saat yang disebut terakhir sedang “tersengal” karena terjerat utang. Per 2020, Franky memiliki 0,7% saham PT Bumi Resources.

Di sisi lain, Anindya sang putra mahkota Grup Bakrie dekat dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, yang sempat jadi direktur utama TV One milik keluarga Bakrie. Keduanya kini patungan mengakuisisi 51% saham Oxford United, klub sepakbola asal Inggris.

Sosok lain yang berhubungan baik dengan keluarga Bakrie adalah Rosan Roeslani, mantan ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang belum lama ini ditunjuk Presiden Jokowi jadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat dan komisaris utama PT Bumi Resources.

2. Fuganto Widjaja

Induk usaha: Sinar Mas Mining Group, memproduksi 60 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 278.802,8 ha di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat; dan Queensland di Australia.

Fuganto Widjaja, lahir pada 29 Oktober 1981, adalah anggota generasi ketiga keluarga konglomerat Widjaja. Kakeknya, Eka Tjipta Widjaja, adalah pendiri kerajaan bisnis Grup Sinar Mas yang meninggal pada Januari 2019. Ayahnya, Indra Widjaja, adalah salah satu anak Eka dari pernikahannya dengan Trini Dewi Lasuki, yang banyak dipercaya sebagai istri pertama Eka.

Tak ada yang tahu pasti jumlah istri, anak, dan cucu Eka Tjipta Widjaja. Pada akhir 1990-an, ia diperkirakan memiliki setidaknya delapan istri dan lebih dari 40 anak. Pada akhir 2019, ada 12 cucu Eka yang terlibat langsung di bisnis keluarga, meski yang memiliki kontrol besar tak sampai 10, termasuk Fuganto.

Grup Sinar Mas terbagi ke beberapa divisi utama. Empat anak Widjaja, Teguh Ganda, Indra, Muktar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja, menangani divisi berbeda bersama putra-putrinya. Teguh mengurus bisnis kertas, Indra (bersama Fuganto) mengawasi usaha jasa keuangan dan pertambangan. Muktar mengontrol bidang properti. Franky memimpin sektor agrobisnis, telekomunikasi, dan energi.

“Kami percaya dengan ungkapan ‘satu kapten di tiap kapal’,” kata Linda Wijaya, anak Teguh.

Kini Fuganto memimpin Grup Sinar Mas Mining sebagai CEO. Di dalamnya ada Golden Energy and Resources Ltd. dan PT DSSE Energi Mas Utama, dua induk besar bagi setidaknya 39 perusahaan yang memiliki konsesi dan/atau memproduksi batubara di Indonesia dan Australia.

Selain itu, ada PT Berau Coal Energy, yang anak usahanya PT Berau Coal adalah produsen batubara terbesar keenam di Indonesia. Secara total, produksi “arang” grup pertambangan Sinar Mas mencapai 60 juta ton pada 2020. Mereka adalah induk usaha batubara terbesar kedua di Nusantara.

Selain menjadi CEO Grup Sinar Mas Mining, Fuganto memegang posisi penting di sejumlah perusahaan dalam grup. Ia adalah chairman eksekutif Golden Energy and Resources Ltd., komisaris utama PT Roundhill Capital Indonesia, komisaris PT Golden Energy Mines dan PT Borneo Indobara. Ia juga sempat menjadi direktur utama PT Berau Coal Energy (Agustus 2015-Juni 2021).

“Batubara di masa depan akan jadi seperti perkebunan kayu bagi kami saat ini… sumber bahan baku untuk produk-produk bernilai tambah,” kata Fuganto pada Agustus 2015, tak lama setelah Grup Sinar Mas mengakuisisi Asia Resource Minerals PLC, pemilik PT Berau Coal Energy.

Asia Resource Minerals PLC sebelumnya bernama Bumi PLC dan juga dimiliki Grup Bakrie. Keluarga Bakrie sepakat menjual 23,8% sahamnya kepada konglomerat Samin Tan pada Juli 2013. Grup Bakrie lantas membeli 29,2% saham PT Bumi Resources–induk usaha batubara terbesar di Indonesia–yang dimiliki Asia Resource Minerals PLC pada Maret 2014. Sejak itu, PT Bumi resmi “bercerai” dengan perusahaan yang berbasis di Inggris itu.

Grup Sinar Mas punya hubungan khusus dengan Grup Bakrie. Nirwan Bakrie, adik kandung Aburizal Bakrie, disebut akrab dengan Franky, salah satu anak Eka. Per 2020, Franky memiliki 0,7% saham PT Bumi Resources.

Grup Sinar Mas menempatkan orang-orang berpengaruh di berbagai posisi strategis di sejumlah perusahaan di dalamnya.

Gandi Sulistiyanto, yang memiliki hubungan baik dengan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep–dua putra Presiden Joko Widodo–sempat jadi managing director Grup Sinar Mas dan komisaris utama PT Berau Coal Energy. Ia ditunjuk Jokowi jadi Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan.

Selain itu, ada tokoh berlatar belakang militer. Suwandi, direktur utama PT Berau Coal Energy dan PT Borneo Indobara, lama berkarier di TNI Angkatan Darat. Pangkat terakhirnya mayor jenderal. Marsetio, wakil komisaris utama PT Berau Coal Energy, adalah kepala staf TNI Angkatan Laut periode 2012-2015 dengan pangkat terakhir laksamana. Marsetio saat ini penasihat khusus bidang pertahanan dan keamanan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Di jajaran Dewan Komisaris PT Berau Coal Energy juga terdapat mantan Wakil Jaksa Agung Darmono dan Deswandhy Agusman, yang dekat dengan Ketua Umum Partai Golongan Karya dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

3. Sandiaga Uno

Induk usaha: PT Adaro Energy, memproduksi 54,53 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 316.619 ha di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan; dan Queensland di Australia.

Lahir di Riau pada 28 Juni 1969, Sandiaga adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Ayahnya, Razif Halik Uno, sempat bekerja di Caltex, entitas patungan yang didirikan dua perusahaan minyak asal Amerika Serikat: Texaco dan Chevron (keduanya melebur jadi satu pada 2001). Ibunya, Rachmini Rahman atau dikenal Mien Uno, adalah pengusaha yang masuk daftar 99 wanita paling berpengaruh di Indonesia versi majalah Globe Asia pada 2007.

Sandi lulus S1 Administrasi Bisnis dari Universitas Wichita State, Amerika Serikat, pada 1990. Ia lantas kerja selama setahun di Bank Summa milik keluarga konglomerat William Soeryadjaya, sembari berguru pada si pendiri Grup Astra. Ia mendapat beasiswa S2 jurusan yang sama pada 1991 di Universitas George Washington, dan lulus dua tahun berselang. Setelahnya ia bekerja di sejumlah perusahaan di Singapura dan Kanada.

Kehidupan Sandi penuh privilese hingga 1997, saat krisis keuangan melanda dunia dan memaksa perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar. Sandi kembali ke Indonesia dengan tangan hampa, lalu mendirikan perusahaan keuangan PT Recapital Advisors bersama Rosan Roeslani, sahabatnya sejak bersekolah di SMA Pangudi Luhur.

Pada 1998, Sandi diajak Edwin Soeryadjaya, salah satu putra William, membantu memuluskan investasi sebuah perusahaan asing di Indonesia. Transaksi beres, kemudian membuka jalan bagi Sandi bergabung sepenuhnya bersama Edwin dalam mengembangkan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya. Perusahaan ini telah berdiri sejak 1991, tapi baru aktif tujuh tahun berselang.

Bisnis Sandi maju pesat. Pada 2002, Saratoga mulai berinvestasi di Grup Adaro yang kini dipimpin Garibaldi “Boy” Thohir, kakak dari Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Per 2020, kepemilikan Saratoga di PT Adaro Energy–induk usaha batubara Grup Adaro–tercatat menyentuh 58,46%, baik secara langsung maupun tak langsung. Pada tahun yang sama, Adaro Energy telah menjadi induk usaha batubara terbesar ketiga di Indonesia, dengan produksi tahunan 54,53 juta ton dari tambang-tambang di Indonesia dan Australia.

Sandi sempat menjadi direktur utama Saratoga dan direktur Adaro Energy. Namun, ia melepas dua jabatan itu tak lama setelah bergabung dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pimpinan Prabowo Subianto pada April 2015. Per 2020, Sandi masih punya 21,51% saham langsung di Saratoga. Kakaknya, Indra Cahya Uno, adalah komisaris di sana.

Sementara itu partner lamanya, Edwin, memiliki 65,82% saham langsung dan tidak langsung serta menjabat sebagai komisaris utama di Saratoga. Edwin jadi komisaris utama di Adaro Energy.

Di sisi lain, Recapital mengakuisisi perusahaan batubara PT Berau Coal Energy (BCE) pada 30 Desember 2009. Selewat 12 hari, anak usaha BCE, PT Berau Coal (BC), menjalin kerja sama dengan Velodrome Worldwide yang berdomisili di Seychelles, negara suaka pajak di Samudra Hindia. BC sepakat membayar 2 juta dolar AS per bulan untuk jasa konsultasi bisnis dan operasional yang diberikan Velodrome, tanpa penjelasan lebih mendetail terkait jasa itu. Total, BC membayar 48 juta dolar AS pada periode 2011-2012, sebelum memutuskan untuk menyudahi kerja sama.

Berdasarkan hasil investigasi Panama Papers yang dirilis Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) pada 2016, Sandi adalah pemegang saham dan direktur tunggal Velodrome sejak Oktober 2007 hingga Mei 2009. Setelahnya, posisi Sandi digantikan Ng Soon Kai, pengacara asal Singapura yang masih terkait dengan Sandi.

Sandi juga menjabat anggota dewan komisaris PT Berau Coal sejak Maret 2010 hingga Juni 2013. Sementara itu karibnya, Rosan, adalah direktur utama BC sejak Agustus 2010 hingga Maret 2013. Karena itu, mereka memegang kontrol langsung atas BC saat perusahaan itu melakukan pembayaran jutaan dolar AS yang tak jelas kepada Velodrome. Dari sana, muncul dugaan Sandi merupakan penerima manfaat akhir dari transaksi mencurigakan antara PT Berau Coal dan Velodrome.

Pada Desember 2011, mayoritas saham BCE diambil alih Bumi PLC, saat itu dimiliki bersama oleh keluarga Bakrie, konglomerat Samin Tan, pengusaha ternama asal Inggris Nathaniel Rothschild, dan Recapital. Bumi PLC lantas berganti nama jadi Asia Resource Minerals PLC pada Desember 2013, lalu diakuisisi oleh Grup Sinar Mas pada Agustus 2015.

Nama Sandi mencuat di panggung politik saat bertarung bersama Anies Baswedan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Mereka menang. Namun, baru setahun menjadi wakil gubernur, Sandi mundur demi mendampingi Prabowo terjun ke Pilpres 2019. Mereka kalah, tapi tetap dapat jatah. Prabowo jadi Menteri Pertahanan sejak akhir 2019, sementara Sandi jadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak akhir 2020.

Kini, Sandi menjabat wakil ketua dewan pembina Partai Gerindra, yang masih dipimpin Prabowo. Sama seperti Sandi, Prabowo memiliki bisnis batubaranya sendiri melalui Grup Nusantara.

4. Edwin Soeryadjaya

Induk usaha: PT Adaro Energy, memproduksi 54,53 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 316.619 ha di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan; dan Queensland di Australia.

Lahir di Jakarta pada 17 Juli 1949 dari pasangan William Soeryadjaya dan Lili Anwar. Ayahnya adalah konglomerat yang mendirikan Grup Astra pada 1957, dengan PT Astra International sebagai induknya.

Edwin bergabung ke Astra pada 1978 hingga akhirnya dipercaya menjadi wakil direktur utama. Namun, jabatan itu terpaksa ia lepas pada 1993, setelah keluarganya kehilangan kendali atas Astra. Semua gara-gara Edward Soeryadjaya, kakak Edwin alias anak sulung William.

Edward melepas jabatan sebagai direktur PT Astra Graphia, salah satu anak usaha Astra, lalu mendirikan Summa International Ltd. pada 1979. Ia mengakuisisi Bank Agung Asia pada 1988, kemudian mengubah namanya menjadi Bank Summa. Ia agresif membelanjakan triliunan rupiah untuk ekspansi Grup Summa. Tata kelola yang buruk membuat Bank Summa terjerat kredit macet hingga Rp1,2 triliun dan utang Rp500 miliar, hingga terpaksa dilikuidasi pada Desember 1992.

William turun tangan mengambil alih kepemilikan Bank Summa, menjaminkan kepemilikan sahamnya di Astra, dan akhirnya menjual 100 juta dari 242 juta lembar saham Astra dengan harga miring untuk membantu melunasi kewajiban Bank Summa kepada para nasabah. Astra meneken perjanjian restrukturisasi utang pada 1999. Perusahaan investasi Jardine Cycle & Carriage Ltd. kemudian mengambil kendali Astra secara bertahap mulai 2000.

Saat periode serba sulit itu, Edwin bertemu Sandiaga Uno yang juga kesulitan keuangan setelah perusahaan tempatnya bekerja di Kanada kolaps. Pada 1998, mereka sepakat mengembangkan perusahaan investasi bernama PT Saratoga Investama Sedaya. Bisnis mereka maju.

Pada 2002, Saratoga mulai berinvestasi di Grup Adaro yang kini dipimpin Garibaldi “Boy” Thohir, kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir.

Pada akhir 2020, Edwin memiliki 65,82% saham langsung dan tidak langsung serta menjabat sebagai komisaris utama di Saratoga yang mengontrol Adaro Energy. Edwin pun memiliki 3,29% saham langsung dan jadi komisaris utama di Adaro Energy.

Adaro Energy jadi seperti anak usaha tak resmi Astra. Perusahaan ini dikuasai para mantan petinggi Astra atau mereka yang terafiliasi dengan keluarga Soeryadjaya.

Sandi, yang masih punya 21,51% saham langsung di Saratoga per 2020, adalah anak didik William yang pernah berguru langsung pada si konglomerat saat bekerja di Bank Summa pada awal 1990-an. Joyce Soeryadjaya Kerr, adik Edwin, adalah komisaris Saratoga. Sementara Michael William Soeryadjaya, anak Edwin, kini menjadi direktur utama Saratoga.

Boy Thohir, pemilik 6,18% saham langsung dan direktur utama Adaro Energy, adalah anak dari Teddy Thohir yang dididik dan pernah menjadi direktur di Astra.

Theodore Permadi Rachmat, keponakan William dan sepupu Edwin, sekarang punya 2,54% saham langsung dan menjadi wakil komisaris utama Adaro Energy. Christian Ariano Rachmat, anak TP Rachmat, adalah wakil direktur utama Adaro Energy. Arini Subianto, pemilik 0,25% saham langsung dan komisaris Adaro Energy, adalah anak Benny Subianto yang juga mantan eksekutif Astra.

Adaro Energy tak bebas dari masalah. Perusahaan ini diduga menggunakan anak-anak usahanya di Singapura dan Mauritius untuk mengalihkan keuntungan dan menghindari membayar pajak di Indonesia. Imbasnya, Indonesia diperkirakan kehilangan pemasukan pajak sebesar 125 juta dolar AS pada periode 2009-2017.

5. Garibaldi “Boy” Thohir

Induk usaha: PT Adaro Energy, dengan daya hancur setara kerukan 54,53 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 316.619 ha di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan; dan Queensland di Australia.

Lahir di Jakarta pada 1 Mei 1965, Garibaldi Thohir adalah anak kedua dari pasangan Teddy Thohir dan Edna Thohir. Kakaknya, Hireka Vitaya atau biasa dipanggil Rika, adalah pendiri perusahaan desain interior Interni Asia. Sementara adiknya, Erick Thohir, adalah pendiri Grup Mahaka yang menjalankan bisnis media dan hiburan.

Teddy pernah bekerja di Union Carbide, perusahaan kimia asal Amerika Serikat. Ia mundur dari sana setelah diajak Like Rani Imanto bergabung ke PT Astra International, perusahaan yang didirikan William Soeryadjaya pada 1957. Ini bisa terjadi karena kedekatan hubungan antara Edna dan Like, istri Theodore Permadi Rachmat, keponakan William.

Teddy berhasil menaiki tangga perusahaan hingga menjadi direktur dan pemegang saham Astra. Setelahnya, Teddy mendirikan perusahaan sendiri dengan nama PT Trinugraha Thohir, yang kini bergerak di sejumlah sektor, termasuk properti, otomotif, dan telekomunikasi.

Hubungan erat keluarga Thohir dan Soeryadjaya kemudian memengaruhi karier Boy Thohir.

Awal 1990-an, setelah menyelesaikan S2 di Amerika Serikat, Boy menjajal bisnis properti. Ia sempat berniat membangun apartemen di kawasan Kasablanka, Jakarta. Namun, di tengah jalan, kebutuhan lahan dan biaya pembebasannya membengkak. Boy tak sanggup. Setelah berdiskusi dengan ayahnya, Boy memutuskan tetap membeli lahan di sana dan segera menjualnya kembali ke Astra, yang saat itu ingin mengembangkan bisnis properti. Boy akhirnya hanya jadi calo tanah.

Pada 1992, Boy bermitra dengan pengusaha Australia dan masuk ke bisnis batubara untuk pertama kali dengan kendaraan PT Allied Indo Coal. Mereka mengeruk “arang” di Sawahlunto, Sumatera Barat. Selewat lima tahun, mitranya kabur. Warga yang lahannya digunakan untuk area pertambangan pun menggugat perusahaan. Boy terpaksa mengganti rugi.

Tak kapok, Boy bermitra dengan TP Rachmat, keponakan William yang sempat jadi CEO Astra, dan kembali bermain batubara di Kalimantan Selatan pada awal 2000-an melalui PT Padangbara Sukses Makmur. Perusahaan ini bagian dari Grup Triputra yang didirikan TP Rachmat pada 1998. Selain itu, Boy bekerja sama dengan pengusaha Abdussamad Sulaiman, pendiri Grup Hasnur, untuk menggali batubara di Kalimantan Selatan melalui PT Bhumi Rantau Energi.

Padangbara lalu bekerja sama dengan PT Adaro Indonesia untuk melakukan pencampuran batubara dan menyesuaikan kualitas produk yang dijual. Ini terjadi setelah PT Saratoga Investama Sedaya mengambil alih 40% saham Adaro Indonesia dari PT Asminco Bara Utama yang dikendalikan konglomerat Sukanto Tanoto pada 2002. Pendiri Saratoga adalah Edwin Soeryadjaya, anak dari William si pendiri Grup Astra, dan Sandiaga Uno, yang juga pernah jadi anak didik William dan dekat dengan keluarga Soeryadjaya.

Boy lalu menginisiasi “reuni keluarga Astra”. Ia mendekati TP Rachmat, Edwin, Sandi, dan Benny Soebianto yang mantan eksekutif Astra. Mereka membentuk konsorsium, yang pada 2005 mengakuisisi 40,8% saham Adaro Indonesia lainnya dari New Hope, perusahaan batubara asal Australia.

PT Padang Karunia milik Boy dan TP Rachmat lalu berubah nama jadi PT Adaro Energy dan menjadi induk dari Adaro Indonesia. Pada 2008, Adaro Energy mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Per 2020, ia adalah induk usaha batubara terbesar ketiga di Indonesia, dengan produksi tahunan 54,53 juta ton dari tambang-tambang di Indonesia dan Australia.

Boy kini menjabat sebagai direktur utama Adaro Energy. Per 2020, ia memiliki 6,18% saham langsung di perusahaan. Ia juga pemegang saham terbesar di PT Adaro Strategic Investment, yang mengontrol 43,91% saham Adaro Energy.

Selain itu, Boy adalah komisaris utama di Bhumi Rantau Energi milik Grup Hasnur dan komisaris independen PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Gojek, yang didirikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim.

Erick Thohir, adik Boy, adalah Menteri BUMN yang mengontrol Mining Industry Indonesia (MIND ID), induk sejumlah perusahaan tambang milik pemerintah. Penambang batubara utama di bawah MIND ID adalah PT Bukit Asam. Selain itu, PT Timah dan PT Aneka Tambang (Antam) juga memiliki usaha batubara berskala relatif kecil. Total, produksi batubara MIND ID mencapai 25,15 juta ton pada 2020.

Boy berhasil membangun jaringan penting, tak hanya di kalangan sesama konglomerat, tapi di lingkaran elite penguasa. Ia akrab dengan A.M. Hendropriyono, mantan kepala Badan Intelijen Negara yang dekat dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Hendropriyono sempat menjadi komisaris utama PT Merdeka Copper Gold, yang dimiliki pula oleh Saratoga dan Boy.

Selain itu, Boy membangun hubungan dengan Presiden Joko Widodo sejak yang terakhir masih menjabat sebagai walikota Surakarta, Jawa Tengah, pada 2011, seperti tertulis di buku Self Disruption (2018) karya Rhenald Kasali.

Setelah Jokowi jadi gubernur DKI Jakarta pada 2012, Boy sempat berbagi cerita kepada Jokowi soal bisnisnya, salah satunya terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah. Proyek itu dikerjakan PT Bhimasena Power Indonesia, entitas patungan yang didirikan PT Adaro Power, anak usaha Adaro Energy, bersama dua perusahaan Jepang, Electric Power Development Co. (J-Power) dan Itochu Corporation. Proyek ini mangkrak karena masalah pembebasan lahan.

Beberapa bulan setelah Jokowi dilantik presiden pada Oktober 2014, Boy dipanggil ke Istana Negara. Ia curhat lagi soal PLTU Batang. Setelahnya, ia jadi rajin bolak-balik ke sana, entah sendirian atau bersama rekan investor dari Jepang. Jokowi memantau ketat proyek tersebut. Dalam setahun, urusan pembebasan lahan tuntas.

6. Erick Thohir

Induk usaha tambang BUMN: Mining Industry Indonesia (MIND ID), memproduksi 25,15 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 109.985 ha di Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Lahir di Jakarta pada 30 Mei 1970, Erick Thohir adalah anak ketiga dari pasangan Teddy Thohir dan Edna Thohir.

Erick menyelesaikan studi S2 administrasi bisnis di Amerika Serikat pada 1993. Setahun berselang, setelah pulang ke Indonesia, ia mendirikan Grup Mahaka bersama tiga sahabatnya yang sama-sama bersekolah di Negeri Paman Sam: Muhammad Lutfi, Wishnu Wardhana, dan Harry Zulnardy. Lutfi, yang sekarang jadi Menteri Perdagangan, saat itu diberi tugas sebagai CEO Grup Mahaka.

Mulanya, Grup Mahaka bergerak di sektor pertambangan batu kapur, material yang dapat menghasilkan kalsium oksida. Anak usahanya, PT Mahaka Industri Perdana (MIP), menjalin kerja sama dengan penambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia untuk operasi dan pemeliharaan pabrik kalsium oksida di wilayah tambang Grasberg di Mimika, Papua. Saat ini, MIP telah diambil alih perusahaan batubara PT Indika Energy, yang sebagian sahamnya dimiliki keluarga konglomerat Wiwoho Basuki Tjokronegoro, mertua Wishnu Wardhana.

Seiring waktu, bisnis Grup Mahaka meluas hingga merambah sektor olahraga dan media. Pada 2001, ia mengakuisisi PT Abdi Bangsa, pemilik harian Republika yang sedang kesulitan keuangan. Erick diangkat jadi direktur utama Abdi Bangsa, yang kemudian berubah nama jadi PT Mahaka Media pada 2010.

Perusahaan itu kini mengendalikan sejumlah media. Selain Republika, ada pula Harian Indonesia, Golf Digest Indonesia, Jak TV, serta radio Prambors dan Gen FM. Memanfaatkan koneksi ayahnya, Erick sempat berguru kepada Jakob Oetama, pendiri grup Kompas, dan Dahlan Iskan, pendiri Jawa Pos, untuk menjalankan bisnis medianya.

Pada 2007, Erick bekerja sama dengan Anindya Novyan Bakrie dan Rosan Roeslani untuk mengakuisisi stasiun televisi Lativi, yang kemudian berganti nama jadi tvOne. Anindya adalah anak sulung dan penerus kerajaan bisnis keluarga Aburizal Bakrie, yang saat itu telah memiliki stasiun televisi ANTV. Sementara itu, Rosan adalah orang dekat keluarga Bakrie yang sekarang jadi komisaris utama perusahaan batubara PT Bumi Resources.

Saat ini tvOne, ANTV, dan media daring VIVA.co.id berada di bawah naungan PT Visi Media Asia, yang dikendalikan keluarga Bakrie. Erick sempat jadi direktur utama tvOne, direktur utama ANTV, dan komisaris utama Visi Media Asia.

Meski sibuk mengembangkan gurita bisnis media, Erick tak melupakan cinta lamanya: bola basket. Ia mengambil alih klub lokal Satria Muda pada 1998 dan membeli sebagian saham klub Amerika Serikat Philadelphia 76ers pada 2011. Ia sempat jadi ketua umum Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (2006-2010) dan presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (2006-2014).

Selain bola basket, Erick menjajal peruntungan di sepakbola. Ia pernah jadi pemegang saham klub lokal Persib Bandung dan Persis Solo, klub Amerika Serikat DC United, dan klub Italia Inter Milan. Erick dan Anindya pun kini dalam proses mengakuisisi mayoritas saham klub Inggris Oxford United.

Singkatnya, Erick adalah taipan media dan investor grup olahraga. Media penting untuk membentuk dan menjaga opini publik, sementara dunia olahraga menawarkan basis pendukung yang tak terhitung jumlahnya. Setelah Erick sukses jadi ketua panitia pelaksana Asian Games 2018, namanya melambung cepat. Itu jadi momentum baginya untuk terjun total ke politik.

Presiden Jokowi mengangkat Erick Thohir sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara periode 2019-2024. Dengan begitu, ia mengawasi seluruh BUMN dan bisa menempatkan orang-orang yang ia percaya melalui skema bongkar pasang direksi.

Itu mencakup Mining Industry Indonesia (MIND ID), induk bagi sejumlah perusahaan tambang milik pemerintah. Penambang batubara utama di bawah MIND ID adalah PT Bukit Asam. Selain itu, PT Timah dan PT Aneka Tambang juga memiliki usaha batubara berskala relatif kecil. Total, produksi batubara MIND ID mencapai 25,15 juta ton pada 2020.

Pada Desember 2021, misalnya, Erick membongkar direksi MIND ID dan anak-anak usahanya. Kocok ulang jabatan ini dimulai dari direktur utama MIND ID yang semula dijabat Orias Petrus Moedak diganti Hendi Prio Santoso yang sebelumnya direktur utama PT Semen Indonesia. Lalu, pergantian direktur utama PT Timah dari M. Riza Pahlevi Tabrani ke Achmad Ardianto; direktur keuangan dari M. Krisna Sjarif ke Wibisono; direktur sumber daya manusia dari Muhammad Rizki ke Yennita; direktur pengembangan usaha Alwin Albar diganti Purwoko.

Pada jajaran komisaris, PT Timah memberhentikan Rudy Suhendar. Kemudian, perseroan menambah anggota komisaris yang terdiri dari Yudo Dwinanda Priadi dan Danny Praditya.

Setelah jadi menteri, Erick Thohir melepas jabatannya di berbagai perusahaan. Namun, jaringannya ke mana-mana, termasuk di bisnis batubara.

Anindya, teman lamanya, mengontrol Bumi Resources. Boy, kakaknya, memimpin Adaro Energy. Wishnu dan Arsjad Rasyid, dua kawan mainnya saat bersekolah di Amerika Serikat, mengendalikan Indika Energy. Tiga perusahaan tersebut adalah induk usaha batubara terbesar pertama, ketiga, dan keempat di Indonesia per 2020.

7. Agus Lasmono

Induk usaha: PT Indika Energy, memproduksi 34,3 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 76.120 ha di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
©©©©8

Lahir di Jakarta pada 6 April 1972, Agus adalah anak bungsu pasangan Sudwikatmono (biasa disapa Dwi) dan Sri Sulastri. Dwi adalah adik sepupu Soeharto, mantan presiden otoriter yang memimpin Indonesia sejak 1966 hingga 1998. Di era Orde Baru itu, Dwi bersama para kroni Soeharto berhasil membangun kerajaan bisnis besar berasas “koncoisme“.

Pada 1967, pendiri Bank Central Asia (BCA) Liem Sioe Liong menghampiri Soeharto dan meminta rekomendasi seorang pribumi yang bisa jadi rekan bisnisnya. Ini untuk memudahkan Liem mencari pinjaman bank berjumlah besar, sesuatu yang sulit dilakukannya sendiri karena kala itu masih berstatus warga negara asing. Soeharto mengusulkan nama Dwi. Liem setuju.

Bersama dengan Dwi, Djuhar Sutanto, dan Ibrahim Risjad, Liem membangun gurita bisnisnya. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai Empat Serangkai.

Mereka berusaha di berbagai sektor. Pada 1969, mereka mendirikan PT Boga Sari (kini PT Bogasari Flour Mills), yang mendapat hak monopoli untuk distribusi tepung terigu dari Badan Urusan Logistik (Bulog). Mereka juga membesarkan perusahaan ekspor-impor PT Waringin Kencana, perusahaan semen PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (cikal bakal Grup Indocement), dan perusahaan makanan ringan PT Panganjaya Intikusuma (cikal bakal Grup Indofood). Dwi berperan penting menjembatani urusan Empat Serangkai dengan pemerintah, termasuk memudahkan perizinan.

Selain itu, Dwi mengembangkan jaringan bisnis lain bersama sejumlah mitra berbeda. Bersama kakak-adik Benny Suherman dan Bambang Sutrisno, Dwi sempat menguasai seluruh jalur distribusi impor film di era Orde Baru melalui PT Suptan Film. Dwi dan Benny membangun Grup Subentra yang bergerak di berbagai sektor, termasuk di film melalui jaringan sinepleks 21 dan di perbankan melalui Bank Subentra.

Dwi dan Bambang juga mengembangkan jaringan swalayan Golden Truly dan Bank Surya. Bersama Henry Pribadi, konglomerat pendiri Grup Napan, Dwi mendirikan stasiun televisi SCTV pada 1989. Halimah Agustina Kamil, istri Bambang Trihatmodjo yang anak Soeharto, serta dua pengusaha yang dekat dengan keluarga Cendana, Azis Mochtar dan Peter Gontha, pernah memilki saham pula di SCTV.

Krisis moneter 1997-1998 menghajar bisnis Dwi. Bank Subentra dan Bank Surya bangkrut. Ia mesti melepas kepemilikan sinepleks 21 kepada Benny dan Harris Lasmana, rekan bisnis lainnya.

Sejumlah perusahaan Dwi lalu melebur ke Grup Indika yang didirikan Agus Lasmono, anaknya, bersama Arsjad Rasjid pada 1995. Agus dan Arsjad telah berkawan sejak keduanya bersekolah di Universitas Pepperdine, Amerika Serikat. Setelahnya, Agus memimpin kebangkitan bisnis keluarganya dengan bendera Grup Indika.

Mulanya, Grup Indika bergerak di bidang multimedia dan informatika. Ia masuk ke bisnis batubara setelah anak usahanya, PT Indika Energy, mengambil alih PT Kideco Jaya Agung pada 2004. Indika Energy didirikan pada 2000 oleh Agus, Arsjad, dan Wishnu Wardhana, sesama lulusan Universitas Pepperdine. Lama-kelamaan, bisnis perusahaan kian besar.

Pada 2012, Indika Energy mengambil alih dua perusahaan batubara lain: PT Multi Tambangjaya Utama, dan PT Mitra Energi Agung. Total produksi “arang” Indika Energy mencapai 34,3 juta ton pada 2020, menjadikannya induk usaha batubara terbesar keempat di Indonesia.

Tak hanya mengeruk batubara, Indika Energy juga bermain di bisnis pembangkit listrik dan jasa pertambangan. PT Mahaka Industri Perdana (MIP), salah satu anak usahanya, bekerja sama dengan penambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia untuk operasi dan pemeliharaan pabrik kalsium oksida di wilayah tambang Grasberg di Mimika, Papua. MIP sebelumnya dimiliki Grup Mahaka, yang didirikan Wishnu bersama tiga sahabatnya: Erick Thohir, Muhammad Lutfi, dan Harry Zulnardy. Erick, yang kini jadi Menteri BUMN, adalah kawan main Arsjad saat sama-sama bersekolah di Amerika Serikat.

Per 2020, Indika Energy dikendalikan oleh dua keluarga konglomerat. Melalui PT Indika Inti Investindo, Agus mengontrol 37,79% saham Indika Energy. Sementara itu, melalui PT Teladan Resources, keluarga Wiwoho Basuki Tjokronegoro memegang 30,65%. Wiwoho adalah mertua Wishnu, yang sempat jadi manajer kampanye Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Agus kini menjabat komisaris utama di Indika Energy dan Net TV, stasiun televisi yang ia dirikan pada 2013 bersama Wishnutama Kusubandio, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Arsjad, kawannya, jadi direktur utama dan representasi keluarga Agus di Indika Energy. Arsjad terpilih jadi ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia periode 2021-2026.

Tri Hanurita, kakak Agus, adalah politisi Partai Golongan Karya (Golkar) yang sempat jadi anggota Komisi VII DPR, komisi yang menangani masalah energi dan sumber daya mineral. Suami Tri adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.) Dessano Indrasakti, staf ahli bidang ekonomi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga memiliki bisnis batubaranya sendiri.

8. Low Tuck Kwong

Induk usaha: PT Bayan Resources, memproduksi 30,2 juta ton batubara pada 2020. Lahan Batubara: 126.293 ha di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Lahir di Singapura pada 17 April 1948, Low Tuck Kwong sempat bekerja di perusahaan konstruksi ayahnya, sebelum merantau ke Indonesia pada usia 24 tahun.

Perjalanan bisnisnya di Indonesia dimulai pada 1973 dengan mendirikan PT Jaya Sumpiles Indonesia (JSI), kontraktor pekerjaan tanah dan konstruksi sipil. Low mulai masuk ke bisnis batubara pada 1988, saat JSI pertama kali mendapat kontrak untuk menambang batubara.

Titik balik karier Low terjadi pada 1998, atau enam tahun setelah ia resmi jadi warga negara Indonesia. Tahun itu, ia resmi mengakuisisi PT Gunungbayan Pratamacoal, yang menguasai konsesi batubara seluas puluhan ribu hektare di Kalimantan Timur, dan PT Dermaga Perkasapratama, operator terminal batubara di provinsi yang sama. Setelahnya, Low kembali mengambil alih kepemilikan sejumlah perusahaan batubara, termasuk membeli 5% saham PT Kideco Jaya Agung dari Samtan, perusahaan Korea Selatan yang kini berganti nama jadi ST International, pada awal 2000-an.

Pada 2004, Low mendirikan PT Bayan Resources, yang lantas menjadi induk bagi berbagai perusahaan di Grup Bayan. Pada 2017, Low melepas 5% sahamnya di Kideco kepada PT Indika Energy, perusahaan batubara yang dikuasai pengusaha Agus Lasmono (kerabat mantan presiden Soeharto) bersama keluarga konglomerat Wiwoho Basuki Tjokronegoro. Namun, bisnis batubara Low tetap maju pesat.

Per 2020, total produksi “arang” Bayan Resources menyentuh 30,2 juta ton, menjadikannya induk usaha batubara terbesar kelima di Indonesia. Saat ini Low memiliki 55,2% saham dan menjabat sebagai direktur utama Bayan Resources.

Low juga masih menjalin relasi dengan Kideco melalui perusahaan jasa pertambangan PT Samindo Resources. Kideco adalah klien terbesar Samindo. Samindo dikontrak untuk mengelola tambang batubara Kideco di Kalimantan Timur. Low punya 14,18% saham Samindo. Sementara ST International, yang masih memiliki 9% saham Kideco, mengendalikan 59,03% saham Samindo.

Perjalanan bisnis Low tak bebas hambatan. Ia sempat menghadapi sejumlah gugatan. Haji Asri, mantan pemilik Gunungbayan, sempat menggugat Low dan Bayan Resources pada 2008 karena menganggap akuisisi pada 1998 terjadi dalam situasi penuh tekanan. Low pun disebut belum melunasi seluruh pembayaran. Namun, hakim memutuskan Low tak bersalah.

Selain itu, Taipan Sukamto Sia melayangkan somasi kepada Low pada Juli 2008, sebulan sebelum Bayan Resources mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia. Menurut Sukamto, Low pernah berjanji memberikan 50% saham Bayan Resources untuk membalas jasa Sukamto yang meminjamkan uang kepada Low untuk memulai bisnis batubaranya pada pertengahan 1990-an.

Kasus ini dibawa ke pengadilan tinggi Singapura, yang kemudian menolak gugatan Sukamto pada 2012. Bahkan Sukamto diwajibkan membayar 132,3 juta dolar Singapura kepada Low pada 2015 karena dianggap telah melakukan pencemaran nama baik sesaat sebelum Bayan Resources melantai di bursa.

Sejak 2011, White Energy, perusahaan Australia, juga menuntut Bayan Resources karena perusahaan Low itu dianggap melanggar kewajiban pembiayaan dan pasokan batubara terkait usaha patungan PT Kaltim Supacoal. Hingga kini, kasus tersebut belum jelas ujungnya.

9. Prabowo Subianto

Induk usaha: Grup Nusantara. Lahan batubara: setidaknya 62.753 ha di Kalimantan Timur.

Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951. Ia anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Marie Sigar.

Soemitro, ayah Prabowo, adalah ekonom termasyhur yang sempat jadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Menteri Keuangan di era presiden Sukarno. Setelah dituduh korupsi tanpa alasan jelas dan terlibat dalam pembentukan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) untuk melawan Sukarno, Soemitro mengasingkan diri ke luar negeri selama 10 tahun.

Karena itu, Prabowo menghabiskan masa kecil dan remajanya di sejumlah negara berbeda. Ia sempat bersekolah di Hong Kong, Malaysia, Swiss, dan Inggris. Ia baru kembali ke Indonesia pada usia 16 tahun bersama keluarganya, setelah Sukarno tumbang dan Soeharto naik takhta dan memulai rezim Orde Baru.

Prabowo masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) di Magelang, Jawa Tengah, pada 1970, dan lulus pada 1974. Di sana, ia seangkatan dengan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang lulus duluan pada 1973. Prabowo disebut telat lulus karena sempat tinggal kelas setelah kedapatan memukuli SBY.

Pada 1974, Prabowo memulai perjalanannya di ABRI, kini disebut Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kariernya cemerlang. Ia segera bergabung dalam Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), satuan elite yang merupakan cikal bakal Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Ia jadi bagian dari tim intelijen Nanggala yang dikirim ke Timor Timur, kini Timor Leste.

Sepulang dari Timor Timur, Prabowo dan seniornya Luhut Binsar Pandjaitan dikirim ke Jerman Barat untuk belajar operasi khusus kontra-terorisme. Syahdan, keduanya mendirikan dan memimpin Kesatuan Antiteror Detasemen 81 Kopassandha pada 1983. Luhut jadi komandan, sementara Prabowo jadi wakilnya.

Setelah kembali dari Jerman Barat, Prabowo tak hanya mendapat jabatan baru, tapi juga pacar baru. Ia adalah Siti Hediati Hariyadi alias Titiek, putri kedua presiden Soeharto. Saat itu Titiek masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia adalah mahasiswi Soemitro, ayah Prabowo. Mereka menikah pada 8 Mei 1983. Sejak itu, Prabowo resmi masuk ke keluarga Cendana.

Perlahan tapi pasti, Prabowo terus menaiki tangga karier ABRI. Ia menjabat komandan jenderal Kopassus sejak Desember 1995 hingga Maret 1998. Pada saat-saat akhir memimpin Kopassus, Prabowo menugaskan Tim Mawar menculik sejumlah aktivis prodemokrasi dengan dalih mencegah rangkaian teror jelang pelantikan kembali Soeharto sebagai presiden pada Maret 1998.

Prabowo lantas naik pangkat jadi Letnan Jenderal bintang tiga dan ditunjuk jadi panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Jabatan ini tak lama ia pegang. Setelah Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, Baharuddin Jusuf Habibie diangkat jadi presiden. Hanya sehari berselang, Habibie meminta Panglima ABRI Wiranto untuk mencopot Prabowo dari posisinya setelah mendengar kabar soal pergerakan diam-diam pasukan Kostrad untuk melancarkan kudeta.

Prabowo kemudian dimutasi jadi komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI, sebelum diberhentikan dari dinas militer pada Agustus 1998 sebagai konsekuensi atas penculikan aktivis yang dilakukan Tim Mawar.

Setelah karier militernya berantakan, Prabowo memutuskan pergi dari Indonesia. Ia sempat tinggal di Yordania, Jerman, dan Malaysia, sebelum kembali ke Tanah Air pada 2000. Sejak itu, ia mengembangkan bisnisnya di dalam negeri, sembari menekuni hobi berkuda.

Mulanya, Prabowo mendirikan Nusantara Energy bersama Johan Teguh Sugianto dan Widjono Hardjanto pada 2001. Perusahaan itu menjadi induk bagi berbagai bisnis Prabowo, termasuk di sektor perkebunan dan pertambangan. Ia juga mengambil alih perusahaan bubur kertas PT Kiani Kertas milik pengusaha Mohamad “Bob” Hasan pada 2003 dan mengubah namanya menjadi PT Kertas Nusantara.

Kelompok usaha Prabowo kemudian lebih dikenal sebagai Grup Nusantara. Bisnis grup ini terus berkembang biak, termasuk usaha batubaranya. Per Februari 2019, Grup Nusantara setidaknya menguasai lahan batubara seluas 62.753 ha di Kalimantan Timur melalui sejumlah anak usahanya, entah PT Tambang Berau Coal, PT Kaltim Nusantara Coal, atau PT Nusantara Santan Coal. Data terkait jumlah perusahaan batubara di bawah Grup Nusantara dan total produksinya tak tersedia bagi publik.

Grup Nusantara sempat bersengketa dengan Churchill Mining, perusahaan tambang asal Inggris, terkait kontrol lahan batubara di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Mulanya, Grup Nusantara memegang izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi untuk enam wilayah di sana. IUP itu satu per satu kedaluwarsa dari Maret 2006 hingga Maret 2007. Induk usaha Prabowo itu tak berniat memperpanjangnya. Karena itu, perusahaan lain dibolehkan masuk. Kelompok usaha lokal Grup Ridlatama berhasil mendapat IUP untuk empat dari enam wilayah tersebut dan menggandeng Churchill untuk menggarapnya. Churchill membeli kontrol 75% atas empat wilayah itu dan mendanai seluruh eksplorasi.

Selesai eksplorasi, Churchill mengumumkan pada Mei 2008 bahwa empat wilayah itu memiliki cadangan batubara sekitar 3 miliar ton, menjadikannya aset batubara terbesar ketujuh di dunia. Tak lama berselang, bupati Kutai Timur saat itu, Isran Noor, mencabut izin Ridlatama (dan Churchill) serta memperpanjang izin Grup Nusantara. Perlu diketahui, Prabowo adalah pendukung politik dan kolega Isran.

Kasus ini dibawa ke meja hijau, tapi Churchill selalu kalah, termasuk di Mahkamah Agung pada 2012 dan di forum arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) pada 2016 dan 2019.

Nama Prabowo ada dalam dokumen Paradise Papers yang diinvestigasi Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ). Laporan ICIJ yang dirilis pada 2017 menunjukkan Prabowo adalah direktur Nusantara Energy yang terdaftar di suaka pajak Bermuda pada 2001-2004. Indikasinya, Prabowo berupaya menghindari pajak di dalam negeri melalui perusahaannya itu.

Tak hanya mengembangkan kerajaan bisnis, Prabowo perlahan membangun kekuatan politiknya setelah pulang dari luar negeri. Ia mengikuti konvensi calon presiden Partai Golongan Karya (Golkar) jelang Pilpres 2004, tapi kalah di putaran pertama. Ia mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada 2008, lalu maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri di Pilpres 2009. Mereka kalah.

Prabowo lalu maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 dan 2019, masing-masing dengan didampingi Hatta Rajasa dan Sandiaga Uno. Ia kalah lagi di dua kesempatan itu. Namun, Presiden Joko Widodo tetap memberinya jatah. Ia ditunjuk jadi Menteri Pertahanan periode 2019-2024.

Bisa dikatakan, Prabowo berhasil membangun jaringan kuat di lingkaran militer, bisnis, dan politik.

Luhut Pandjaitan, seniornya, kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Luhut pun memiliki perusahaan batubara PT Toba Sejahtra. Ada pula Dessano Indrasakti, pensiunan tentara yang kini jadi staf ahli bidang ekonomi Prabowo. Dessano adalah suami dari Tri Hanurita. Tri adalah kakak dari Agus Lasmono yang menguasai perusahaan batubara PT Indika Energy. Agus dan Tri adalah anak konglomerat Sudwikatmono, adik sepupu Soeharto.

Anthony Salim alias Liem Hong Sien, putra bungsu konglomerat Liem Sioe Liong yang dikenal sebagai kroni Soeharto, juga sempat menaruh uang di bisnis batubara Prabowo. Pada Juli 2010, Anthony membeli 60% saham PT Nusantara Energindo Coal, anak Grup Nusantara yang menguasai enam konsesi batubara kontroversial di Kutai Timur.

Sandiaga Uno, yang kini menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, juga aktif di Partai Gerindra sebagai wakil ketua dewan pembina. Prabowo jadi ketua dewan pembinanya. Sandiaga ikut memiliki perusahaan batubara PT Adaro Energy, yang dipimpin pengusaha Garibaldi “Boy” Thohir, kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir.

10. Luhut Binsar Pandjaitan

Induk usaha: PT Toba Sejahtra, memproduksi 5,5 juta ton batubara pada 2020. Lahan batubara: 14.019 ha di Kalimantan Timur.

Lahir pada 28 September 1947 di Simargala, kampung kecil di Toba Samosir, Sumatera Utara, Luhut Pandjaitan adalah anak sulung dari lima bersaudara dari pasangan Bonar Pandjaitan dan Siti Frida Naiborhu.

Bonar, ayahnya, adalah mantan tentara yang banting setir jadi sopir bus antarkota antarprovinsi (AKAP). Saat Luhut berusia 3 tahun, Bonar memboyong keluarganya ke Rumbai di Pekanbaru, Riau. Di sana, peruntungannya berubah. Bonar bekerja di Caltex, entitas patungan yang didirikan dua perusahaan minyak asal Amerika Serikat: Texaco dan Chevron (keduanya melebur jadi satu pada 2001). Perusahaan itu lalu menyekolahkan Bonar di Universitas Cornell, Amerika Serikat.

Luhut lantas masuk Sekolah Rakyat Caltex yang berisi anak-anak pegawai Caltex, kini dikenal PT Chevron Pacific Indonesia. Karena sering berkelahi, Luhut dikirim orangtuanya ke Bandung, Jawa Barat, untuk bersekolah di SMAK Penabur. Di sana, ia jadi salah satu pendiri Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI) dan terlibat gerakan menentang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pemerintahan Sukarno.

Luhut masuk ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) di Magelang, Jawa Tengah, pada 1967, dan lulus tiga tahun berselang sebagai lulusan terbaik matra darat. Ia kemudian memulai kariernya di ABRI, kini disebut Tentara Nasional Indonesia (TNI), pada 1970.

Bersama Prabowo Subianto, juniornya di ABRI, Luhut dikirim ke Jerman Barat untuk belajar operasi khusus kontra-terorisme.

Luhut masuk tim pengamanan presiden Soeharto saat bepergian ke luar negeri pada 1978-1988. Ia pun dipercaya memegang sejumlah jabatan tinggi, termasuk komandan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus pada 1993 dan komandan Pusat Kesenjataan Infanteri Angkatan Darat pada 1996-1997. Terakhir, ia jadi komandan Komando Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat pada 1997-1998. Ia pensiun pada 1999 dengan pangkat letnan jenderal.

Pada awal era Reformasi, Presiden Baharuddin Jusuf Habibie menunjuk Luhut jadi Duta Besar Indonesia untuk Singapura. Presiden selanjutnya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mengangkat Luhut jadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Jabatan ini ia pegang setahun hingga Gus Dur lengser pada 2001.

Setelahnya, Luhut “cuti” dari pemerintahan. Ia mulai mengembangkan bisnis pribadi, salah satunya mendirikan PT Toba Sejahtra pada 2004 dengan dukungan konglomerat Aburizal Bakrie. Perusahaan ini jadi induk bagi sejumlah anak usaha yang bergerak di berbagai sektor, dari energi, pertambangan, perkebunan, hingga properti.

Penambang batubara di bawah Toba Sejahtra adalah PT Kutai Energi dan PT TBS Energi Utama (dulu PT Toba Bara Sejahtra). Per 2020, Toba Sejahtra menguasai konsesi batubara seluas 14.019 hektare di Kalimantan Timur dengan total produksi 5,5 juta ton melalui dua anak usaha tersebut.

Angka itu relatif kecil dibandingkan para “raksasa” semacam PT Bumi Resources milik keluarga Bakrie yang mengeruk 81,1 juta ton batubara pada 2020. Namun, yang patut diperhatikan dari Luhut adalah pengaruh besarnya di pemerintahan dan relasinya dengan para konglomerat.

Luhut dekat dengan Presiden Joko Widodo sejak yang terakhir masih jadi walikota Surakarta, Jawa Tengah. Saat itu, keduanya mendirikan usaha bersama dengan bendera PT Rakabu Sejahtra. Perusahaan ini mengolah kayu dan mengekspor hasil jadinya. Hingga kini, Toba Sejahtra milik Luhut masih jadi pemegang saham terbesar di Rakabu Sejahtra. putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, menjadi komisaris dan pemegang saham di Rakabu.

Maka, wajar Luhut mundur dari Partai Golongan Karya (Golkar) untuk mendukung Jokowi di Pilpres 2014. Padahal, saat itu Luhut menjabat ketua dewan pertimbangan pimpinan pusat Golkar. Pilihannya tepat. Jokowi menang dan jadi presiden. Sejak itu, Luhut memainkan peran penting di pemerintahan.

Di periode pertama Jokowi sebagai presiden, Luhut semula ditempatkan Kepala Staf Kepresidenan pada 2014, lalu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada 2015, kemudian menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sejak 2016. Jabatan yang terakhir memberinya kendali untuk mengawasi dan mengoordinasi empat kementerian: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pariwisata.

Setelah kembali menang di Pilpres 2019, Jokowi menunjuk Luhut sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Jabatan baru ini membuat Luhut punya kewenangan mengoordinasikan tujuh kementerian dan lembaga sekaligus. Selain empat kementerian yang telah disebutkan sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal kini berada di bawah pengawasannya.

Urusan kemaritiman dan investasi terkesan tak berkaitan satu sama lain. Namun, keputusan menggabungkan keduanya di dalam satu kementerian sejalan dengan rekam jejak Luhut yang relatif berhasil menarik investasi dan menjaga hubungan dengan para investor dari luar negeri, termasuk dari Cina, Jepang, dan Amerika Serikat, di periode pertama Jokowi. Salah satu capaian yang kerap Luhut pamerkan adalah pembangunan kawasan industri terintegrasi berbasis nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, dengan sokongan investor Cina.

Luhut pun dipercaya memegang sejumlah posisi lain. Ia sempat jadi Plt. Menteri KKP pada akhir 2020 setelah Edhy Prabowo, kroni Menteri Pertahanan Prabowo, diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelah pandemi Covid-19 merebak, Luhut diangkat jadi Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional serta Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk Pulau Jawa dan Bali.

Selain itu, Luhut sekarang menjabat ketua Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri, ketua Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, dan bahkan ketua Dewan Pengarah Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Itu semua bikin Luhut dikenal sebagai “menteri segala urusan”. Di lapangan, para wartawan kerap menyebutnya sebagai “perdana menteri”.

Luhut terus meluaskan pengaruhnya di pemerintahan sembari membesarkan bisnisnya. Jabatannya sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang mengurus sektor energi dan pertambangan, jelas menimbulkan konflik kepentingan karena ia punya bisnis batubara dan pembangkit listrik melalui Toba Sejahtra.

Jaringannya yang luas bikin bisnis Luhut aman. Ia menempatkan sejumlah kenalan dari lingkaran militer di berbagai perusahaannya. Misal, ada Sumardi dan mantan Menteri Agama Fachrul Razi di dewan komisaris Toba Sejahtra. Ada Sintong Pandjaitan sebagai komisaris PT Adimitra Baratama Nusantara, serta Suaidi Marasabessy sebagai direktur utama PT Trisensa Mineral Utama dan direktur PT Kutai Energi. Tiga perusahaan itu ada di bawah Toba Sejahtra.

Sejawat Luhut juga tersebar di berbagai perusahaan batubara lain. Marsetio, pensiunan tentara yang kini jadi penasihat khusus bidang pertahanan dan keamanan Luhut, adalah wakil komisaris utama PT Berau Coal Energy, perusahaan batubara di bawah Grup Sinar Mas Mining.

Luhut kini ketua dewan penasihat Golkar, dan kawan-kawan satu partainya pun rajin berbisnis “arang”.

Aburizal Bakrie, ketua dewan pembina Golkar, masih mengontrol PT Bumi Resources, induk usaha batubara terbesar di Indonesia. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, terafiliasi dengan dua perusahaan batubara: PT Bara Hanyu Kapuas dan PT Multi Harapan Utama. Ada pula Tri Hanurita, kader Golkar anak konglomerat Sudwikatmono, adik sepupu mantan presiden Soeharto. Tri adalah kakak dari Agus Lasmono yang menguasai PT Indika Energy, induk usaha batubara terbesar keempat di Tanah Air.

Pandu Patria Sjahrir, keponakan Luhut yang jadi direktur TBS Energi Utama, sekarang menjabat ketua umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).

Tak pelak, Luhut diduga punya pengaruh dalam merumuskan kebijakan pertambangan dan mengoordinasi para pebisnis batubara di pemerintah Jokowi.[✓]

Ditulis oleh
Viriya Singgih

Periset: Viriya Singgih, Mawa Kresna

Editor: Fahri Salam

Data dalam artikel ini diolah dari website masing-masing perusahaan dan data Kementerian ESDM. Sumber wilayah operasi: ESDM One Map Indonesia & laporan tahunan perusahaan. Sumber afiliasi politik: Coalruption (2018) 

Laporan ini bagian dari serial reportase #EnergiKotor, terwujud berkat dukungan Earth Journalism Network melalui proyek kolaborasi khusus bertajuk “Available but not Needed”, yang mempertemukan enam media lintas-negara menyingkap kepentingan swasta dan publik mendanai pembangkit berbahan bakar fosil di Asia Tenggara.

Informasi ini disampaikan kembali ke publik oleh: Obor Keadilan

Editor: Obor Panjaitan

Komentar

Berita Terkini