|

Posisi Penyidik Menurun Jadi Pengawal, Kejagung Diminta Bubarkan TP4D

Foto : Praktisi Hukum Hamdani Harahap yang juga Direktur Citra Keadilan Dan Biro Bantuan Hukum.

Medan-Sumut Media Nasional Obor Keadilan | Minggu ( 05 / 11 / 2017 ). Diskresi (Kebijakan) Jaksa Agung membentuk TP4 (Tim Pengawal & Pengamanan Pembangunan Pemerintahan) baik Pusat dan TP4 Daerah adalah suatu kebijakan yang salah.

Karena itu Jaksa Agung diminta harus mencabut Kep-152/A/JA/10/2015 dan Instruksi Jaksa Agung RI No 001/A/JA/10/2915 Tentang Pelksanaan Tugas Tim Pengawal dan Pengamanan Pembangunan Pemerintahan Pusat dan Daerah Kejaksaan RI tertanggal 5 Oktober 2015.

Penegasan pencabutan Keputusan itu dicetuskan oleh Direktur Citra Keadilan dan Biro Bantuan Hukum Wilayah Medan- Sumatera Utara, Hamdani Harahap SH MH kepada para awak media, Sabtu (4/11/17) menanggapi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) aparat Kejaksaan yang kesannya beralih jadi petugas pendamping terhadap pejabat negara dalam memangku wewenang

Sebab sejatinya fungsi Kejaksaan jelas bukan sebagai penyedia jasa pengamanan atau pengawalan. Melainkan aparat penegak hukum yang dituntut sebagai penyidik dan penyelidik dugaan kasus tindak pidana  korupsi.

Oleh karena itu, kebijakan Kejaksaan Agung (Kejagung) itu harus dibubarkan. Karena konotasi pengamanan kesannya sudah pasti turut mendampingi atau bekerja sama pada kegiatan yang selama ini salah.

“Jadi kalau sudah sama-sama bermain, tentu taringnya Kejaksaan diyakini tumpul. Inilah fakta yang terjadi. Bahwa selama ini kinerja SKPD kita diketahui banyak melakoni kejahatan yang akhirnya terjerembab keranah hukum.

Disinggung dasar kebijakan Kejagung membentuk tim pengawalan Pemerintahan, Hamdani dengan tegas menyatakan, bahwa tidak ada Lembaga Penegak Hukum sebagai pengamanan. Unsur manapun Kejaksaan tidak lebih dari lembaga pengawasan.

Sejatinya aparat Kejaksaan itu suatu lembaga yang disegani dan ditakuti. Bukan malah menurunkan posisi Jaksa sebagai penegak benang kusut. Melainkan lembaga hukum untuk memberantas kasus kejahatan korupsi.

“Maka dengan itu aparat Jaksa jangan keluar dari Koridornya sebagai raja penegak hukum, " tukasnya.

Lanjut Hamdani bersinonim, seperti sepak terjang binatang Harimau. Karakter Harimau si raja hutan ini patut dilakoni. Jika mengikuti jejaknya berkuasa ditengah hutan. Kalau melewati atau mengelilingi hutan dipastikan semua penghuni hutan seperti babi, kancil, ular dan rusa akan lari puntang-panting ketakutan.

Si raja hutan itu sangat ditakuti oleh binatang lainnya. Sebab Harimau tidak pernah mau ikut bermain-main dengan kelinci, ular, kancil dan rusa. Binatang ini sangat mejaga dirinya sebagai pengawas hutan.

Tapi jika ada yang menggangu hutan atau ada binatang lainnya menyalah,  maka siraja hutan tidak segan-segan bertindak hingga menyergap. Maka perhatikanlah, tidak ada Raja hutan bermain sama dengan kelinci atau kancil.

Histori kedua, sebut Hamdani menguraikan,  Antara tugas wasit dengan pemain dilapangan, tugas si wasit ditengah lapangan menegur pemain yang salah. Tapi kalau sudah sama-sama salah dalam permainan bagaimana mungkin si wasit menghukum pemain yang curang.

"Karena itu harapan kita, bagi para pengelola anggaran negara dan pejabat berwenang janganlah berbuat kejahatan. Bila takut dengan hukum benar-benarlah menjalankan tugasnya. Bukan malah meminta pengawalan dari Kejaksaan untuk berkolaborasi, " pinta Praktisi Hukum yang dikenal vokal itu kepada wartawan.

Apa lagi saat  sekarang ini,  kebijakan SKPD dan para kontraktor sudah Struktur kerjanya. Begitu juga permainan proyek di SKPD sudah Sistemik dan Masif. Maka dari pada itu untuk apa lagi ada pendampingan dan pengawalan dari pihak penegak hukum, " tandas Hamdani. (Sofar Panjaitan).
Komentar

Berita Terkini