|

Kabid Disrumkim Suwandi Diduga Biarkan Penyimpangan Miliaran di SMPN 3 Depok

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Kota Depok, ( 17/11-25), Aura korupsi dan pengabaian aturan di pengelolaan aset serta proyek pemerintah Kota Depok semakin tak terbendung, dengan nama satu orang yang terus-terusan nongol sebagai biang keladi: Kabid Disrumkim Kota Depok, Suwandi. Investigasi terbaru kami soal pembongkaran gedung lama SMP Negeri 3 Depok bikin nama Suwandi kembali jadi sorotan utama—dan kali ini, bukti kejanggalannya makin nyata.

Proyek bangun gedung baru SMPN 3 ini nilainya fantastis: Rp 26 miliar dari APBD 2025. Pembongkaran gedung lama seharusnya sudah termasuk dalam kontrak resmi dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Tapi realitanya? Kontraktor pemenang lelang ogah-ogahan, malah LSM Lakri yang turun tangan bongkar sendiri pakai duit pribadi. Ini bukan sekadar kelalaian—ini bau busuk pengabaian prosedur yang disengaja!

Sumber di lapangan bilang, mustahil ini terjadi tanpa campur tangan atau pembiaran dari dinas teknis, yaitu Disrumkim. Parahnya lagi, pernyataan Suwandi ke media lain justru bikin kejanggalan ini makin mencolok:

“Anggaran pembongkaran ada di RAB. Yang penting gedung sudah terbongkar. Soal kontraktor memakai tukang siapa, itu urusan mereka,” kata Suwandi.

Reaksi dari pakar hukum dan aktivis anti-korupsi? Murka total! Alasan itu dinilai sebagai pembenaran murahan untuk pembiaran administratif. Disrumkim sebagai pengawas teknis wajib pastikan setiap item kontrak dikerjakan sesuai aturan—bukan malah cuek bebek seperti ini. Ini bukan pertama kalinya nama Suwandi disebut dalam dugaan penyimpangan aset dan proyek fisik di Depok. Polanya sudah jelas: pengawasan lemah, bahkan diduga sengaja dilemahkan untuk kepentingan tertentu.

Menurut Ketua Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR) Obor Panjaitan yang juga Pemred Media Nasional Obor Keadilan—pihak yang pertama membongkar kasus ini—yang paling bertanggung jawab atas skandal ini adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dialah yang harus mensupervisi dan koordinasi dengan bidang aset, hal lain yang membuat Suwandi terjerumus ke ranah pidana.

Kasus SMPN 3 ini punya tiga kejanggalan utama yang bikin darah mendidih:

1. **Kontraktor absen total dari pembongkaran**, padahal anggarannya sudah ada di RAB—uangnya kemana, ya?

2. **LSM Lakri yang bukan pihak kontrak malah jadi pahlawan kesiangan**, bongkar pakai biaya sendiri. Siapa yang izinkan ini?

3. **Material bongkaran disalahgunakan**: Dibawa ke kantor RW, majelis taklim, dan sekretariat organisasi. Ini aset negara, bukan barang gratisan!

Pertanyaan krusial yang belum dijawab Suwandi: Kalau anggaran pembongkaran benar ada, kemana hilangnya duit itu? Upaya konfirmasi ke pejabat keuangan dan aset Pemkot Depok, seperti Kepala BKD dan Kabid Aset, cuma dapat jawaban diam seribu bahasa. Sikap bungkam ini makin kuatkan dugaan bahwa pola penyimpangan di SMPN 3 hanyalah puncak gunung es dari kasus-kasus Suwandi sebelumnya.

Sampai berita ini naik cetak, tak ada klarifikasi resmi dari Disrumkim atau kontraktor. Ini bikin kita bertanya: Apakah ini cuma satu proyek gagal, atau bukti sistemik bahwa tata kelola aset dan proyek di Depok sudah bobrok total? Waktunya aparat hukum turun tangan—jangan biarkan koruptor main-main dengan uang rakyat!. ( Op).

Berita Bersambung........

Komentar

Berita Terkini