AT mengungkapkan bahwa komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua murid selama ini berjalan sangat buruk, baik terkait penyampaian informasi administrasi maupun penjelasan mengenai kewajiban pembayaran. Menurutnya, sekolah tidak memberikan informasi yang jelas, humanis, dan transparan ketika orang tua mempertanyakan rincian administrasi maupun kebijakan lain yang menyangkut siswa.
Tidak hanya itu, AT juga menyoroti minimnya transparansi terkait dana pembayaran yang dibebankan kepada murid penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP). Ia menilai pihak sekolah cenderung tertutup dan tidak memberikan penjelasan rinci mengenai penggunaan dana serta mekanisme pendebitan SPP. “Setiap kami tanya rincian atau alokasi anggaran, jawabannya tidak jelas. Seolah-olah orang tua tidak punya hak tahu,” ujar AT.
Lebih jauh, AT menduga sekolah justru mengutamakan pembayaran berbagai kegiatan tambahan yang berada di luar biaya SPP. Bahkan beberapa kegiatan disebut-sebut tidak memiliki kejelasan pelaksanaan. “Ada kegiatan yang kami merasa tidak pernah terlihat di area sekolah, tapi tiba-tiba dibebankan pembayarannya. Saya selaku orang tua dipaksa untuk membayar kegiatan sekolah yang di anggap wajib, tanpa musyawarah,” sambungnya.
Ia juga menyinggung kurangnya ruang dialog antara orang tua dan pihak sekolah dalam pengambilan keputusan terkait anggaran kegiatan siswa. Menurutnya, seluruh kebijakan seolah diputuskan sepihak tanpa melibatkan orang tua, padahal menyangkut biaya yang harus mereka tanggung.
Yang paling mengkhawatirkan, AT menduga adanya pungutan liar yang dibungkus dengan alasan kegiatan sekolah. Beberapa kegiatan tersebut diduga fiktif atau tidak pernah terlaksana sebagaimana dijanjikan. “Ini sudah melewati batas. Kalau pungutannya jelas, kegiatan jelas, kami sebagai orang tua tidak akan keberatan. Tapi kalau alasan dibuat-buat, itu sudah tidak bisa diterima,” tegasnya.
Dengan surat pengaduan yang telah ia ajukan, AT berharap pihak-pihak tertentu untuk segera turun tangan, melakukan pemeriksaan, memanggil pihak sekolah, dan menindak setiap pelanggaran yang terbukti merugikan orang tua maupun siswa. “Ini bukan hanya untuk anak saya, tapi untuk semua murid yang bisa jadi mengalami hal serupa namun tidak berani bersuara,” tutupnya.
Kasus ini menambah deretan keluhan masyarakat mengenai ketidaktransparanan administrasi sekolah swasta yang memanfaatkan kelengahan orang tua. Kini, publik menunggu tindakan tegas dari pihak berwenang untuk memastikan lingkungan pendidikan tetap bersih, jujur, dan tidak memberatkan para siswa serta keluarganya.
Sebelumnya, Pada Hari Senin (8/12/2025), AT selaku Orang tua Siswa didampingi sejumlah insan pers mendatangi SMP-SMK Bhara Trikora untuk melakukan konfirmasi langsung. Mereka kemudian dipertemukan dengan Wakil Kepala Sekolah yang hadir mewakili Kepala Sekolah.
Namun, Wakil Kepala Sekolah menyatakan bahwa seluruh pertanyaan terkait dugaan pungutan liar, transparansi administrasi, maupun penjelasan penggunaan dana harus ditanyakan langsung kepada Kepala Sekolah.
Meski demikian, hingga berita ini ditayangkan, Kepala Sekolah SMK Bhara Trikora belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pungli, ketidaktransparanan administrasi, maupun kritik yang disampaikan orang tua murid.
Editor : JOE
