Media Nasional Obor Keadilan | Kota Depok (13/12), Jurnalis Media Nasional Obor Keadilan mengantongi bukti transfer dana serta rekam jejak komunikasi yang mengindikasikan adanya dugaan pemotongan tunjangan sertifikasi terhadap guru Agama Kristen di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Depok. Bukti tersebut memperlihatkan aliran dana ke rekening pribadi serta tata cara penagihan yang bernada tekanan, intimidatif, dan jauh dari etika pelayanan publik.
Foto: Ilustrasi.
Berdasarkan penelusuran Obor Keadilan, sejumlah guru mengaku diminta menyetor sejumlah uang setiap kali dana sertifikasi cair. Permintaan tersebut disampaikan melalui pesan pribadi dan grup internal, menggunakan istilah “kontribusi”, dengan nominal yang sudah ditentukan dan dilakukan berulang mengikuti siklus pencairan sertifikasi.
![]() |
| Gambar Istimewa. |
Redaksi Obor Keadilan telah memverifikasi bukti transfer yang menunjukkan setoran dana ke rekening pribadi pihak tertentu, bukan ke rekening resmi institusi negara. Selain itu, jurnalis Obor Keadilan juga menerima bukti komunikasi tertulis yang memperlihatkan pola penagihan bernada mendesak, menekan, bahkan dinilai tidak pantas dilakukan oleh pejabat atau pihak yang berada dalam struktur pelayanan negara.Seorang guru yang menjadi korban, dan meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan, menyebut bahwa permintaan tersebut sulit ditolak karena berkaitan langsung dengan proses sertifikasi.
“Kami ini guru, posisi kami lemah. Walaupun disebut sukarela, kenyataannya ada tekanan. Kalau tidak ikut, kami khawatir urusan sertifikasi dipersulit,” ujarnya kepada Obor Keadilan.
Ironisnya, ketika dikonfirmasi, pihak-pihak terkait menyebut pungutan tersebut sebagai bentuk sukarela dan bukan kewajiban. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun dasar hukum tertulis yang dapat menjelaskan legalitas pemungutan dana, mekanisme penerimaan, maupun pertanggungjawaban penggunaannya.
Lebih jauh, redaksi Obor Keadilan mencatat adanya upaya-upaya yang mengarah pada intervensi terhadap kerja jurnalistik, termasuk permintaan agar persoalan ini tidak diberitakan, pendekatan personal melalui pihak ketiga, hingga narasi emosional yang mencoba mengalihkan substansi persoalan dari aspek hukum dan tata kelola negara.
Ketua Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR), Obor Panjaitan, menegaskan bahwa praktik semacam ini, bila benar terjadi, tidak bisa ditoleransi.
“Ini bukan soal sukarela atau tidak ikhlas. Dalam hukum administrasi negara, pejabat dilarang meminta atau menerima uang dari penerima layanan publik tanpa dasar hukum. Apalagi jika penagihannya bernada tekanan dan dilakukan secara sistematis,” kata Obor Panjaitan.
Menurut IPAR, dugaan pemotongan tunjangan sertifikasi ini membuka persoalan serius mengenai tata kelola, pengawasan internal, serta potensi penyalahgunaan wewenang di lingkungan Kemenag Kota Depok.
Media Nasional Obor Keadilan menegaskan bahwa pemberitaan ini disusun berdasarkan kerja jurnalistik yang sah, dengan bukti yang telah diverifikasi, serta dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Redaksi tetap membuka ruang hak jawab dan klarifikasi secara proporsional kepada pihak-pihak terkait.
Lebih jauh, sorotan tajam mengarah pada kapasitas penampung rekening. Berdasarkan penelusuran Media Nasional Obor Keadilan, rekening penerima dana—yang identitasnya disamarkan dengan inisial RN—diketahui memiliki posisi dan afiliasi langsung dalam struktur pelayanan keagamaan di lingkungan Kementerian Agama Kota Depok. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: dalam kapasitas apa RN menerima dan menampung dana dari guru penerima tunjangan sertifikasi negara?
Dalam sistem administrasi negara, pejabat atau pihak yang berada dalam rantai kewenangan pelayanan publik dilarang menerima uang apa pun dari penerima layanan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terlebih melalui rekening pribadi. Tidak dikenal istilah “penampung sukarela” dalam pengelolaan keuangan negara. Setiap penerimaan dana wajib memiliki dasar hukum, mekanisme resmi, serta pertanggungjawaban institusional.
Fakta bahwa dana sertifikasi—yang bersumber dari APBN—dikaitkan dengan permintaan setoran ke rekening pribadi pihak yang memiliki afiliasi struktural, memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan. Hingga kini, belum ada penjelasan terbuka mengenai dasar hukum, fungsi resmi penampungan dana tersebut, maupun alur pertanggungjawabannya.
Kasus ini akan terus ditelusuri, termasuk dengan mendorong pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, guna memastikan bahwa hak guru sebagai aparatur pendidik tidak dirampas oleh praktik-praktik yang mencederai hukum dan etika pelayanan publik.( Op)
