Benarkah Pemkot Depok Bermain di Balik Pengadaan Lahan? Honor Tim Rp 3,26 Miliar, Belanja Tanah Rp 207 Miliar, dan Senyapnya Aparat Penegak Hukum
MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | KOTA DEPOK, Senin (10/11-25), Di tengah gembar-gembor efisiensi anggaran dan komitmen nasional pemberantasan korupsi, Kota Depok justru menyuguhkan sajian ironi. Data resmi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP mencatat anggaran fantastis untuk pengadaan tanah tahun anggaran 2025.
Setidaknya ada dua paket yang mencolok persembahan 'Pelayanan diduga bahan cicip menyicip uang bancakan':
-
Pengadaan Lahan: Rp 207,07 miliar
-
Honor Tim Pengadaan Lahan: Rp 3,26 miliar
Paket honor itu menggambarkan 10 orang × 5 bulan × 7 kegiatan, artinya estimasi Rp 65 juta per orang per bulan hanya untuk “tim pengadaan tanah , siapa aja mereka, orang Indonesia kah ?”.
Pertanyaan rakyat pun muncul:
Tugas apa yang bernilai Rp 65 juta per kepala per bulan di Pemkot Depok?
Metode ‘Dikecualikan’ dan Minim Transparansi
Belanja tanah memakai metode Dikecualikan, yang secara regulasi dimungkinkan. Namun masalahnya, paket jumbo ini:
-
Tidak mencantumkan lokasi spesifik tanah
-
Tidak mencantumkan luas lahan
-
Tidak mencantumkan pemilik lahan
-
Tidak menampilkan dokumen appraisal KJPP
-
Jadwal pelaksanaan tercatat dimulai sebelum paket diumumkan ke publik
Pola ini membuka ruang dugaan permainan harga, mark-up, bahkan potensi fee gelap di balik meja.
Seorang pejabat internal yang enggan disebut nama, menyebut bahwa praktik “tim teknis rasa ATM” lazim dalam paket lahan.
“Kalau sudah bicara lahan, semua bisa cair. Yang penting aman di atas, sisanya mengalir,” ujar sumber tersebut.
Aparat Penegak Hukum: Diam atau Tertidur?
Publik bertanya-tanya: mengapa praktik anggaran mencurigakan ini tidak disentuh aparat?
Di kalangan aktivis antikorupsi, muncul dugaan adanya “perisai kekuasaan” dan jalur koordinasi tak resmi yang membuat pengawasan mundul. Apalagi sejumlah kasus pengadaan lahan Depok pernah muncul di meja aparat, termasuk dalam sinyal radar KPK — namun redup tanpa ujung.
Deklarasi politik tentang efisiensi anggaran terasa seperti slogan, sementara di lapangan indikasi bancakan anggaran berjalan mulus
Ironi Politik: Komitmen Antikorupsi Diprank di Depok
Depok adalah kandang politik kekuasaan yang sejak awal menyambung poros nasional. Namun praktik di lapangan menunjukkan paradoks.
Saat pusat bicara disiplin fiskal dan perang melawan korupsi, Depok justru menampilkan wajah lain:
anggaran jumbo, transparansi minim, dan honor tim yang mencekik logika publik.
Jika benar elite politik nasional tengah dirayu narasi antikorupsi, maka publik berhak bertanya:
apakah Depok sedang mempermalukan agenda bersih-bersih itu dari dalam? redakasi Media Nasional Obor Keadilan punya banyak pengalaman konfirmasi pada DISRUMKIM DEPOK, Dasar hukum permintaab informasi kerap ditabrak pake ketapel senjata selevel PERWAL, sejak KONSTITUSI NEGARA DIKANGKANGI DINAS INI, MUSTAHIL LAGI KITA MAU KONFIRMASI, TAAKUT DISUAP DAN DIKANGKANGI LAHI HUKUM NEGARA PAKE PERWAL ITU ALASAN HUKUMNYA. SEHINGGA KITA SAJIKA DATA YURIDIS
Tunggu Klarifikasi Resmi
aAtas nama hukum, Redaksi akan menunggu yang dibawah ini.
-
Kepala Dinas Perumahan & Permukiman Kota Depok
-
Sekda Kota Depok
-
Walikota Depok
-
DPRD Kota Depok (Banggar)
-
Inspektorat
-
BPK Perwakilan Jawa Barat
-
KPK RI
Publik berhak tahu:
Siapa saja yang duduk sebagai tim pengadaan lahan?
Apa output pekerjaannya?
Mengapa honor mencapai Rp 3,26 miliar?
Di mana lokasi lahan Rp 207 miliar itu berada?
Sampai jawaban muncul, bau permainan anggaran ini tak bisa ditutup dengan retorika politik.
Investigasi ini akan berlanjut dengan menelusuri:
-
SK Tim Pengadaan
-
Dokumen appraisal KJPP
-
Legal audit lahan
-
Aliran belanja APBD pada subrekening lahan 2025
Tidak ada uang negara yang boleh menguap tanpa alasan. Tidak ada “tim” yang boleh menikmati anggaran jumbo tanpa transparansi. Lembar ini baru pembuka.
