|

Mengapa Guru di Negara Maju Lebih Khawatir Jika Muridnya Tidak Bisa Mengantri Ketimbang Tidak Bisa Matematika?

Media Nasional Obor Keadilan (19/3-2023), Roostien Ilyas dijuluki Bunda Roostien sosok yang tidak asing lagi di kalangan praktisi pekerja sosial, pemerhati anak dan perempuan Indonesia.

Ia sering menghiasi layar kaca televisi Nasional takkala menjadi narasumber pada topik seputar perlindungan anak dan perempuan juga issu sosial masyarakat.

Menjawab pertanyaan judul diatas Bunda Roostien merangkum kemudian membeberkan faktor faktor yang menjadi penyebab.

Inilah Jawabannya :

Seorang guru di Australia pernah berkata:

“Kami tidak terlalu khawatir anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika”. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”

Saya tanya "kenapa begitu?”

Jawabnya :

1. Karena kita hanya perlu melatih anak 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 Tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran di balik proses mengantri.

2. Karena tidak semua anak kelak menggunakan ilmu matematika kecuali Tambah, Kali, Kurang dan Bagi. Sebagian mereka anak jadi penari, atlet, musisi, pelukis, dsb.

3. Karena semua murid sekolah pasti lebih membutuhkan pelajaran Etika Moral dan Ilmu berbagi dengan orang lain saat dewasa kelak.

”Apakah pelajaran penting di balik budaya Mengantri ?”

”Oh banyak sekali". 

1. Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal.

2. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya jika ia mendapat antrian di tengah atau di belakang.

3. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal.

4. Anak belajar disiplin, setara, tidak menyerobot hak orang lain.

5. Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri. (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri)

6. Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan berkomunikasi dengan orang lain di antrian.

7. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya.

8. Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.

9. Anak belajar disiplin, teratur, dan menghargai orang lain

10. Anak belajar memiliki Rasa Malu, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.

11. Dan masih banyak pelajaran lainnya, silakan anda temukan sendiri.

Faktanya di Indonesia.

Banyak orang tua justru mengajari anaknya dalam masalah mengantri dan menunggu giliran, Sebagai berikut :

1. Ada orangtua yang memaksa anaknya untuk ”menyusup” ke antrian depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantri dengan rapi. Dan berkata ”Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja !!” (ini mengajarkan anak akan tumbuh menjadi manusia angkuh dan menghalalkan semua cara untuk mendapatkan apa yang dia mau)

2. Ada orangtua yang memarahi anaknya dan berkata ”Dasar Penakut”, karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrian. (Anak seperti ini akan menjadi manusia yang tidak pernah yakin akan dirinya dan akan menjadi peragu meskipun dia benar, kasian sekali)

3. Ada orangtua yang memakai taktik atau alasan agar dia atau anaknya diberi jatah antrian terdepan, dengan alasan anaknya masih kecil, capek, rumahnya jauh, orang tak mampu, dsb.(dia tanpa sadar akan tumbuh menjadi manusia lemah dan selalu playing victim, gampang mengeluh dan menyalahkan orang lain)

4. Ada orang tua yang marah-marah karena dia atau anaknya ditegur gara-gara menyerobot antrian orang lain, lalu ngajak berkelahi si penegur. (Contoh yang sangat mengerikan bagi sianak karna dia akan tumbuh jadi manusia yang gak peduli pada aturan apapun dan akan jadi manusia brutal yang liar)

5. Dan berbagai kasus lain yang mungkin pernah anda alami.

Bunda Roostien: Yuk kita ajari anak-anak kita, kerabat dan saudara untuk belajar etika sosial, khususnya budaya ANTRI.

Komentar

Berita Terkini