Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta, Selasa (22/09-2020), Narkoba adalah sebuah nama yang menakutkan bagi kehidupan manusia di belahan dunia termasuk Indonesia saat ini, bagaimana tidak ? Ancaman kehidupan akibat penyalah gunaannya sudah tergolong masif dan melanda segala lini kehidupan dan lintas profesi latar belakang pendidikan bahkan agama nyaris dibabat habis narkoba.
"Seiring keganasan bahaya narkotika di negara Indonesia ini, muncul kepedulian terhadap pencegahan bahkan pemberantasannya dari berbagai elemen masyarakat." Kepedulian dan peran serta masyarakat bermacam macam dari sosialisasi hingga menginvestigasi proses penanganan perkaranya diranah hukum. Ada banyak juga dengan menggelar seminar nasional dikalangan akademisi maupun masyarakat umum lainnya.
Dr. Titik Haryati, M.Pd Wakil Ketua Gerakkan Nasional Anti Narkoba [Ganas Annar] Majelis Ulama Indonesia [MUI] menjadi salah satu tokoh yang samgat peduli akan issu ini.
Ia menyelengarakan acara talkshow seminar kegiatan talkshow dengan tema Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba sebagai Solusi dan Bedah Buku "Politik Hukum Narkotika", pada Selasa, 22 September 2020, Pukul 14.00-16.00.
Acara ini digelar pada webinar via aplikasi zoom secara live, media nasional Oborkeadilan.com menurunkan dua wartawannya langsung guna mengikuti acara talkshow seminar nasional yang bernilai tinggi ini, Yuni Shara secara actual melakukan peliputan dengan cara merekam video layar dimana pemateri menjelaskan masing-masing pendapat, pandangan nya.
Dr. Titik Haryati, S.Pd mengundang banyak tokoh nasional mengisi acara, pantauan media nasional Oborkeadilan.com pemateri yang hadir diantaranya;
1. Komjen Pol (Purn) Dr. Anang Iskandar, S.IK., S.H., M.H.
2. Irjen Pol (Purn) Dr. Benny Jossua Mamoto, S.H., M.Si (Ketua Harian Kompolnas)
3. dr. Herbet Sidabutar, SpKJ (Direktur P2 Keswa dan NAPZA, Kemenkes RI)
4. Dr. Riki. P. Waruwu, S.H., M.H. (Ikatan Hakim Indonesia)
5. Drs. Sutarso, S.H. (Kasubit PLLRIP Direktorat PLRIP Deputi Bidang Rehabilitasi BNN)
6. Kombes Pol. Drs. Asep Zaenal, S.H., M.H. (Anjak Analisis Kebijakan Madya Dittipidnarkoba Bareskrim Polri)
7. Kejaksaan Agung
Pada kesempatan ini (selasa 22/09-2020), Mantan Kabareskrim Mabes Polri yang juga mantan kepala BNN Komjen Pol (Purn) Dr. Anang Iskandar, S.IK., S.H., M.H. menyampaikan bahwa “Fungsi Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika adalah menjamin penyalahguna atau pecandu narkotika untuk direhabilitasi. Bukan dipenjara,” ujar Anang Iskandar.
Saya malah heran ahir-ahir ini kita (penyikdik-red) kerajinan nangkapin pecandu narkotika lalu apa gunanya dalam Pasal 128 ayat 1 disebutkan bahwa orangtua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).? Saya akan angkat jempol jika yang ditangkapi itu pengedar; Saya akan acung jempol ungkap Komjen Pol (Purn) Dr. Anang Iskandar, S.IK., S.H., M.H.dengan nada tegas.
Pada kesempatan yang sama nara sumber mewakili Mabes Polri oleh Kombes Pol. Drs. Asep Zaenal, S.H., M.H. (Anjak Analisis Kebijakan Madya Dittipidnarkoba Bareskrim Polri) menjelaskan; kemudian timbul persoalan ketika kita menerapkan pasal 127 yang kita sayangkan komitmennya sudah bagus tapi perangkat hukumnya,
salah satu contohnya misalnya muncul ada surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010 yang mengatur tentang salah satunya butir kedua syarat-syarat di mana penyalahguna yang bisa direhabilitasi memenuhi 1 dalam kondisi tertangkap tangan ketika tertangkap tangan didapati atau terdapat adanya barang bukti dalam jumlah tertentu atau dalam saat pemakaian dan ini yang kemudian di dalam proses penyelidikan kami Melalui apakah itu melalui jasa pengiriman dan barang bukti ini diatur sedemikian rupa sehingga yang diajukan melalui proses rehabilitasi dengan asesment ke BNN harus memenuhi dari ketentuan-ketentuan.
Hal itu sudah sebetulnya sudah disepakati melalui Peraturan Bersama nomor 1 tahun 2014 Kalau tidak salah misalnya di situ ada Mahkamah Agung Ada Kementerian Hukum dan HAM kemudian Menteri Kesehatan Menteri Sosial Kejaksaan Agung CPNS di mana Ini juga menjadi faktor kesulitan kita penyelidikan penyidikan di lapangan ketika kita dan itu juga ada kebijakan pimpinan ketika barang bukti didapati pada saat Tertangkap tangan melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam surat edaran Mahkamah Agung maka kita tidak serta merta mengajukan untuk kepada BNN ini juga menjadi kesulitan lalu kemudian ada penerapan pasal yang banyak juga tulisan-tulisan kenapa mesti harus kalau misalnya methamphetamine harus juga akan primer apa namanya diterapkan pasal 112 untuk methavitamin ditanya tapi untuk misalnya dalam bentuk gajah misalnya pasal 111 ditanya alasan kemudian banyak menyampaikan karena kalau tidak dengan itu tidak bisa ditahan karena 127 dan lain sebagainya itu pembahasan yang cukup sudah cukup panjang dan sudah sejak lama kita paham gitu tetapi memang sebenarnya yang paling utama bagi kita Polri ada pemimpin yang yang yang harus di lalui oleh kita semua pak pak kita memperioritaskan tindakan penyelidikan penyidikan terhadap supply terhadap peredaran bahkan di di Mabes Polri ada di Masuk Line kami kemarin 3 tahun terakhir menjadi kasubdit satu bagian narkotika tegas-tegas direktur mengatakan tidak ada bareskrim menangkap penyalahgunaan pecandu urusan peredaran masih terlalu banyak target yang harus kita tangani itu komitmen Adapun kalau kemudian Pak Dharmawi tidak tahu pasti karena berkasnya langsung ke Beliau ada 12 hasil dari laporan masyarakat laporan dari dari itu melalui jasa pengiriman ternyata setelah proses penyidikan penyelidikan tidak terdapat adanya bukti.
Sementara itu hadir juga Irjen Pol (Purn) Dr. Benny Jossua Mamoto, S.H., M.Si (Ketua Harian Kompolnas) menyampaikan; Kita berharap bonus demografi bisa di nikmati Indonesia, namun Peredaran
narkoba di Indonesia semakin hari dinilai kian memprihatinkan. Jika tidak dicegah, pengaruh barang haram itu bisa mengancam bonus demografi di Indonesia yang diperkirakan akan terjadi pada 2020–2030.
“Bonus demografi merupakan keadaan di mana jumlah penduduk usia produktif (15-65 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk nonproduktif yakni yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun,” terang Mamoto. [◇]