|

Tantangan PR Disituasi Pandemi Covid-19

Penulis: Ika Widya Utami 

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Rabu, (12/08-2020) - Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini mengubah banyak hal diberbagai sektor. Terutama peran Public Relations (PR) yang sangat dibutuhkan dalam membagun citra dan reputasi perusahaan.

Menjadi seorang praktisi Public Relations atau PR disuatu perusahaan memang terkadang menjadi hal yang sulit dan membuat dilema. Sebab, disatu sisi perusahaan yang berorientasi pada keuntungan / profit membuat praktisi PR harus melakukan alibi untuk meguntungkan perusahaan. Karena terkadang suatu kebenaran justru tidak menguntungkan perusahaan dalam menciptakan citra perusahaan agar tetap baik dalam keadaan apapun.

Namun, disisi lain ada etika dan hukum yang mesti dipatuhi oleh praktisi PR dalam menjalankan tugasnya sebagai ujung tombak perusahaan. Usaha apapun yang dilakukan seorang PR dalam memajukan dan juga mempertahankan perusahaan tidaklah boleh melenceng dari etika dan hukum yang telah ditetapkan.

Secara umum, etika merupakan nilai dan asas moral yang memberikan pedoman kepada seseorang, organisasi, ataupun masyarakat untuk membedakan yang benar dan yang salah. Begitupula dalam profesi Public Relations sangat perlu pemahaman etika bagi praktiri PR, karena dalam profesinya menyangkut penampilan menciptakan dan membina citra perusahaan yang diwakilinya.

Setiap profesi pastilah memiliki kode etik tersendiri, salah satunya profesi Public Relations juga memiliki kode etik profesinya. Seperti yang tertulis dalam (IPRA, 5 November 2010)  kode etik International Public Relations Asosiation (IPRA), merupakan penegasan profesional yang dilakukan oleh anggota Asosiasi PR Internasional dan direkomendasikan untuk praktisi PR di seluruh dunia.  

Sedangkan di Indonesia kode etik praktisi PR dikembangkan oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS Indonesia). Berikut ini merupakan kode etik PR skala Nasional oleh PERHUMAS Indonseia:

  • Parktisi PR haruslah memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan / Public Relations. 
  • Berperan secara nyata dan bersungguh – sungguh dalam upaya memasyarakatan kepentingan Indonesia. 
  • Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antara warga Negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Tak hanya komitmen pribadi saja, kode etik ini juga mengatur praktisi PR dalam prilaku terhadap klien / atasan, perilaku terhadap masyarakat dan media massa, dan perilaku terhadap sejawat.

Praktisi PR harus memiliki tanggung jawab untuk terus mengeksistensikan fungsi dan peran Public Relations didalam perusahaan. Mengingat situasi pandemi Covid-19 saat ini menghadirkan fenomena digital disruption, fenomena yang hadir sebagai tantangan baru yang harus dihadapi oleh praktisi PR.

Era baru transformasi digital sudah lebih dikenal dengan konsep refolusi 4.0. 2 tahun lalu konsep 4.0 sudah banyak di sosialisasikan agar praktisi PR bisa menggunakan dan menerapkannya, namun realitanya praktisi PR masih lebih menggunakan cara konvensional. Dengan adanya situasi pandemi ini praktisi PR mau tidak mau harus menggunakan teknologi digital agar peran dan fungsi Public Relations tetap berjalan.

Sebab tantangan saat ini adalah bagaimana praktisi PR tetap bisa relevan dengan stakeholder ditengah ketidakpastian pandemi ini. Serta peran PR dalam menjaga dan membangun reputasi dan juga citra positif perusahaan melalui pengaturan timing yang tepat ditengah pergerakan tren yang tidak menentu dan serba cepat.

Seorang Praktisi PR haruslah meng-up grade kemampuannya serta membangun komunikasi internal perusahaan sekokoh mungkin agar dapat mengetahui setiap kondisi dan perubahan di perusahaannya dengan baik. Praktisi PR takhanya pintu keluar dari perusahaannya saja tetapi harus mampu mengumpulkan informasi dari berbagai stakeholder. 

Terakhir, seorang praktisi PR harus menjalin hubungan baik terhadap berbagai stakeholder, terutama terhadap media relations. Hubungan seorang PR harus benar – benar bisa menyentuh sisi emosional mereka, hal ini diperuntukkan agar tidak terjadi kekeliruan sikap dalam interaksi praktisi PR kepada stakeholder terutama media relations. (PR Indonesia, 02 Juli 2020).

Pengelolaan dan pemantauan informasi serta komunikasi yang terstruktur perlu diperhatikan dalam situasi pandemi ini, praktisi PR juga perlunya berkolaborasi dengan berbagai sektor. Praktisi PR perlu mengetahu cara berinteraksi target audiensnya di media sosial. Praktisi PR perlu mengetahui ketepatan penggunaan disetiap platform media digital yang memiliki karakteristik berbeda.

Selanjutnya praktisi PR perlu memanfaatkan media digital dengan konsisten, serta mampu membuat konten yang dapat menarik perhatian target audiensnya. Jika perlu audiens tertarik untuk memberikan respons sesuai dengan harapan.

Takhanya mengejar engagement saja, perlunya membangun sebuah narasi yang bersifat empati dan sebuah harapan disaat pandemi ini agar dapat kepercayaan publik yang menjadi salah satu keberhasilan PR. Tak hanya narasi saja namun perlu juga penunjang visual digital agar pesan bisa lebih dapat diingat. 

IDENTITAS PENULIS 

Nama: Ika Widya Utami  

Jurusan: Ilmu Komunikasi 

Fakultas: Ilmu sosial 

Instansi: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) 

Peserta KKN-DR kelompok 37

Komentar

Berita Terkini