|

Bayi Tewas Dalam Perut, Warga Desa Lubban Lintong Habinsaran Ditolak RSUD Tobasa Porsea

Ket Gambar : Kondisi Ibu Bayi yang sedang terbaring lemah di RSUD Tarutung beserta foto kondisi rumah hunian keluarganya. 

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | JAKARTA Sabtu (05/01),
Tragedi hilangnya nyawa bayi anak pertama dari pasangan Andayaman Simanjuntak dan Ayu Mayendrawati Sihotang warga desa lumban Lintong kecamatan Habinsaran kabupaten Tobasa Sumatera Utara membuat pihak keluarga marah besar bahkan publik marah besar kepada pihak Rumah sakit.

Berikut Kronologis peristiwa Tragedi  penelantaran hingga tewasnya anak pertama Warga Desa Lubban Lintong kecamatan Habinsaran Kabupaten Tobasa disampaikan langsung oleh saksi hidup yang turut mendampingi dari Desa hingga ke Porsea sampai ke Tarutung :

Saya Benyamin Simanjuntak (Benz Ju) sebagai adek korban ( Ayah bayi yang meninggal, Red ) Andayaman Simanjuntak yang ikut dalam kronologi kejadian persalinan akkang ( kakak, red ) saya Ayu Mayendrawati Sihotang

●Tanggal 03 januari kira-kira jam 04 subuh kami berangkat dari kampung kami desa Lumban lintong kecamatan Habinsaran menuju Puskesmas Parsoburan untuk membawa akkang ( kakak ) kami menjalani proses persalinan dengan di dampingi Bidan dari desa Panamparan karena kebetulan bidan desa lumban lintong tidak ada di tempat waktu itu.

●Kami tiba di puskesmas parsoburan kira-kira jam 07.00 wib kurang lebih..setelah di periksa selama setengah jam kemudian kakak kami ( ibu bayi ) disimpulkan pihak puskesmas Parsoburan memiliki tensi yang tinggi sehingka mereka memutuskan untuk di rujuk ke RSUD Porsea.

●Jam 08.00 wib kira-kira kami pun berangkat menggunakan Ambulance dari puskesmas Parsoburan menuju rumah sakit porsea di perjalanan menghabiskan waktu kira-kira 2 jam lebih..setelah tiba di sana akkang kami langsung di berikan pertolongan pertama dan mereka mengatakan bawah dokter tidak ada stanbay di situ dan masih dalam perjalanan.

●Kemudian kami menunggu kira-kira 2 jam lebih belum ada kepastian dimana dokter yg bersangkutan itupun belum datang ke rumah sakit porsea..setelah itu dr.Hasibuan mengatakan kepada kami bahwa akkang ( kakak) kami akan di rujuk ke RSUD Tarutung dan kondisi akkang kami sudah krisis dengan cacatan bahwa mereka sudah bisa memastikan dokter sudah ada stanbay diTarutung.

●Kemudian dirujuk lah ke tarutung setelah sampai di Tarutung dokter yang di katakan sudah ada di tempat rupanya juga tidak ada disana..mereka katakan lagi di perjalanan juga dan rumah sakit Tarutung memberikan pilihan yang sangat sulit kepada kami di tengah kengentingan yang terjadi mereka katakan. "jika kalian sabar menunggu Dokter maka kami persilahkan ditunggu, namun jika kalian tidak sabar menunggu maka kami juga persilahkan cari alternatif lain".

●Kemudian mereka menyuruh kami masuk kedalam ruang perawatan akkang ( kaka ) kami untuk melihat alat pendeteksi kepada si bayi dari hasil pendeteksian alat tersebut tidak dapat lagi mendeteksi keadaan si bayi setelah itu kami masih menunggu kira-kira 4 jam lebih disana supaya dokternya hadir kondisi akkang kami semakin krisis apalagi setelah dia mendengar apa yang di katakan oleh bidan yang ada di sana..kira-kira jam setengah enam ( 18.30 wib)  atau lebih Dokternya baru datang dan mereka berdiskusi dengan abang kami bahwa akkang ( kaka ) kami harus di operasi dan ahirnya akkang di operasi dan setelah operasi persalinan selesai si bayi sudah meninggal Dunia.

Doc Media Nasional Obor Keadilan : Foto kondisi rumah keluarga. 

Media Nasional Obor Keadilan juga berhasil wawancara salah satu adik ipar kandung orang tua korban yang biasa dipanggil Mama Fran, ibu ini mengaku turut mendampingi ke RSUD Tobasa Porsea kebetulan kami tinggal di Desa Sitorang maka kami menyusul kaka kami ke RSUD Porsea tuturnya.


Saya menyaksikan langsung kaka kami
( ibu bayi, red ) menjerit kesakitan.
Saya sendiri juga bertanya langsung ke dokter yang ada di RS saat itu menjelaskan bahwa tidak ada dokter kandungan di Rumah sakit ini. Saya anjurkan kalian pergi ke RS Tarutung saja karena disana ada dokter pungkas Dokter yang jaga namun tidak memberi dokumen apa-apa ibarat surat rujuk. Bahkan  ambulance pun tidak diberi oleh RS Tobasa ini. Saat kami mau pergi ke Tarutung sesuai saran mereka ( pihak RSUD Tobasa Porsea ) salah seorang Bidan atau perawat teriak memanggil kami agar membayar administrasi Rp 80.000. Duit admistrasi diminta tapi surat rujuk tidak ada.



Ket Gambar : Tampak foto kayu bakar untuk perlengkapan atau kebutuhan rumah tangga yang sudah di persiapkan. 

Ket Gambar : Foto kondisi rumah keluarga ibu bayi dan keluarga dari luar depan. 

Sesampai di RS Tarutung masih sama kondisi Dokter anak Nihil, kami menunggu berjam-jam pas dokter datang Nyawa anak Pertama kaka saya sudah Tiada ( tewas ) di dalam Perut ibunya. Kami menuntut keadilan Pihak RS dan Bupati Tobasa harus melihat ini Musibah Bencana pelayanan karena ini RS milik Pemerintah yang menggunakan Uang Rakyat tutupnya ke pada Obor Keadilan. [ OP/ YN Team ]

Editor : Yuni Shara ( Redaktur Pelaksana )
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan

Komentar

Berita Terkini