|

Walikota Pasuruan Dalam Pusaran Pidana Korupsi , Bakal Diperiksa KPK

Bukti pelaporan KOMPAK, konsorsium masyarakat Pasuruan anti korupsi ke kejaksaan agung dan KPK. 

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | PASURUAN [ 30-08-2018 ] Diduga Wali Kota Pasuruan Berpeluang untuk segera dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi ,KPK.

Hal ini setelah beberapa hari lalu Walikota Dilaporkan ke KPK oleh beberapa gabungan pegiat anggaran pemerintah, Dugaan Mark Up anggaran dalam Pengadaan Lahan Kantor Kecamatan Panggungrejo
PASURUAN.

Surat walikota Pasuruan kepada dewan kota Pasuruan perihal perubahan anggaran. 

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang menyatakan bahwa terjadi kelebihan harga senilai Rp. 2,9 miliar dalam pengadaan lahan kantor Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, pada tahun 2016 lalu berbuntut panjang. Sejumlah LSM yang tergabung dalam Kompak (Konsorsium Masyarakat Pasuruan Anti Korupsi) melaporkan Wali Kota Pasuruan H. Setiyono ke KPK dan Kejagung.

Pelaporan itu setelah WaliKota Setiyono diduga belum melaksanakan rekomendasi BPK, yakni mengembalikan uang kelebihan harga senilai Rp. 2,9 miliar.

Langkah yang dilakukan Kompak dengan melaporkan WaliKota Setiyono ke Kejagung dan KPK ini mendapatkan dukungan dukungan dari 7 NGO (Non Governmnet Organization) dan 12 media.

Dalam keterangannya kepada awak media, Koordinator Kompak, Lujeng Sudarto, menduga Setiyono terlibat atas pengadaan tanah kantor Kecamatan Panggungrejo yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,9 miliar.

"Wali Kota mendesain dugaan korupsi tersebut diawali dengan penerbitan dua surat keputusan (SK) pada hari yang sama, yakni 21 November 2016. Kedua SK tersebut, yang pertama tentang Pembentukan Panitia Pelaksana Kegiatan (PPK) Pengadaan Tanah Pembangunan Kantor Kecamatan Panggungrejo, dan kedua SK tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Kantor Kecamatan Panggungrejo," ungkap Lujeng Sudarto.

Dari penerbitan SK tersebut, Lujeng menduga Wali Kota ikut mendesain penentuan harga lahan tersebut. Pasalnya, tidak ada hasil appraisal dari proses pengadaan tanah Kantor Kecamatan Panggungrejo seluas 15.073 meter persegi tersebut, yang kemudian dihargai senilai Rp 12,308 miliar.

“PPK seharusnya melakukan survei dan menunjuk appraisal untuk menilai harga tanah. Tapi hal itu tidak terjadi, karena Wali Kota sudah menerbitkan SK penetapan lokasi kantor. Indikasi ini menguatkan dugaan korupsi yang berdasar pemeriksaan BPK, terdapat kelebihan harga tanah Rp 2,918 miliar,” kata Lujeng Sudarto.

Berdasar temuan BPK, lanjut Lujeng, proses pengadaan tanah kantor kecamatan seluas 15.073 meter persegi senilai Rp 12,308 miliar dinilai tidak memadai. Pengadaan lahan pada tahun 2017 tersebut juga tidak didukung dengan kertas kerja penilaian dan penetapan harga yang melebihi kewajaran sebesar Rp 2,918 miliar.

Menurut Lujeng, BPK telah memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada Wali Kota dan DPRD Kota Pasuruan serta memberikan batas waktu pengembalian keuangan hingga 24 Juli 2018. "Namun hingga batas waktu terlampaui, kelebihan pembayaran tersebut belum dikembalikan pada kas negara," ungkapnya.

“Setelah jatuh tempo, BPK wajib menyerahkan kasus tersebut pada aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara. Kami melaporkan ke Kejagung dan KPK karena hingga saat ini aparat hukum belum bergerak dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut. Kami minta agar Wali Kota diminta keterangannya atas upaya mendesain dugaan korupsi tersebut,” tandas Lujeng Sudarto.

“Peraturan BPK nomor 2 tahun 2017, BPK wajib melaporkan kepada lembaga penegak hukum,” sambungnya.

Di sisi lain, Wali Kota Pasuruan H Setiyono membantah dirinya belum mengembalikan uang kelebihan pengadaan lahan kecamatan tersebut. "Yang jelas, kami sudah menyelesaikan semua rekomendasi BPK. Uang sisa pembayaran sudah dikembalikan," terangnya.

"Silakan kalo mau melapor, tujuan dua SK itu untuk percepatan pembangunan. Sedangkan sisa uang sudah dikembakikan ke kas negara," kata Setiyono. (Zainal)

Editor : Redaktur
Penanggung jawab : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini