|

MANUSIA INDONESIA : BANGSA MULTIMINORITAS DAN ORANG-ORANG RANTAU

(Teropong berdasar Teori Out of Africa, Teori Out of Taiwan, Teori Yunan dan Uji DNA MItokondria Max Ingman)
Oleh: Natalius Pigai

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | TEORI Out of Africa menjelaskan bahwa semua manusia di dunia ini berasal dari suatu tempat dan berwarna sama yaitu dari Afrika, selanjutnya menyebar seantero dunia termasuk manusia Asia Tenggara. Begitulah ringkas cerita hasil penemuan Teori Out of Afrika oleh James Watson. Sedangkan Teori Out of Thaiwan menjelaskan penyebaran manusia, bangsa mongoloid mesti dipandang berdasarkan persamaan bahasa yaitu bahasa-bahasa Austronesia yang berasal dari pulau Formosa Thaiwan. Ada juga Teori Yunan. Dalam teori Yunan disebutkan bahwa manusia-manusia purba di Indonesia yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Cina bagian selatan. Beberapa ahli yang mendukung teori Yunan adalah Dr. J.H.C. Kern, Robert Barron van Heine Geldern, Prof. Dr. N.J Krom, dan Moh. Ali. Demikain pula Hasil uji  genetika DNA Mitokondria oleh Max Ingman di USA membuktikan bahwa gen manusia modern (kita) tidak bercampur dengan gen spesies manusia kuno, penduduk asli nusantara. Jadi kita adalah orang-orang rantau.

Kebhinekaan bangsa saat ini berada di titik nadir, bangunan sosial terancam pecah karena ketidakharmonisan dan fragmentasi antar horisontal juga vertikal.

Rasisme, Diskriminasi, kekerasan verbal yg didorong atas rasa kebencian Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan. Islam, China, Kristen, kafir, pendatang dan pribumi adalah kosa kata yang saban hari menghiasi media sosial dan juga dalam komunikasi interpersonal.

Berkali-kali baik di TV, Koran, Seminar, juga berbagai tempat telah kaum pluralis katakan bahwa kebinekaan bangsa Indonesia adalah suatu wahyu, sabda, titah yang tertulis sebagai adagium persatauan dan kesatuan, kebinekaan bangsa sdh final dan mengikat sanubari tiap orang, menjamurnya beraneka etnik, ras, budaya harus diterima sebagai kondisi kekinian, realitas bangsa bahkan keanekaragaman adalah suatu niscahya.

Kita terlalu terjebak dalam sektarianisme, eksklusivisme yang naif dan bahkan chauvinistik seakan akan sebagai pemilik negeri ini, klaim diri sebagai pahlawan, sedangkan suku Cina, Arab, India bukan pejuang dan pahlawan. Barangkali tidak lupa bahwa perjuangan bangsa indonesia dilakukan secara sporadis, berjuang sendiri-sendiri di wilayahnya masing-masing dengan tujuan mengusir penjajah.

Diponegoro tidak pernah memimpin perang dari sabang sampai merauke, tapi hanya wilayah Jawa Tengah, Laksamana Malahayati berjuang hanya di Aceh, Sisingamangaraja berjuang di Tanah Batak, demikian pula pahlawan Patimura hanya di Ambon dll.

Jasmerah, jangan sekali-kali lupa sejarah bahwa kemerdekaan Indonesia juga diperjuangkan orang-orang yang saat ini kita sebut sebagai pendatang, kemerdekaan ini juga diraih karena adanya kontribusi 7 orang pahlawan keturunan china; Jhon Lie, Koen Hian anggota BPUPKI dan lain lain, keturunan Arab; Baswedan dan lain lain, bahkan juga keturunan barat Belanda yang kita sebut penjajah seperti "Ijon Jambi" tokoh kopasus.

Pahlawan besar beragama Katolik di Jawa Tengah tidak bisa diragukan lagi, nama-nama besar seperti Jos Sudarso, Adi Sutjipto, Adi Marmo, Slamet Riyadi, I.J Kasimo, dan lain lain. Kalau demikian apakah kita harus menafikan nama dan peran mereka dalam eksistensi Republik ini?

Persoalan Pendatang dan Pribumi, Mayoritas dan Minoritas tidak perlu terfragmentasi secara tajam karena kita semua di nusantara ini adalah bangsa pendatang, dimasa lalu nusantara hanya dihuni oleh Homo Soloensis, Homo Wajakensis, Homo Phitecantropus Erektus, homo Floresiensis yang akhirnya diketahui sebagai manusia Ebugogo.

Mereka adalah manusia pigmeus atau pigmen yang merupakan manusia modern pemilik bumi nusantara telah punah di masa lampau, termsuk juga yang punah bersamaan dengan adanya jaman pleistosen jaman es yang membelai Sumatera dan semenanjung Malaya, Nusa Jawa, Bali, lombok, Nusa Nipa sampai di Timur Timor, Sulawesi dan Kalimantan, Papua dan Australia. Pada jaman itu pulalah penduduk pribumi yang menghuni bumi nusantara ikut punah.

Karena itu, mereka bukan keturunan atau nenek moyang orang Indonesia jika merujuk pada asal-usul manusia lewat DNA mitokondria, Max Ingman, doktor genetik asal Amerika Serikat dalam tulisan bertajuk "Mitochondrial DNA Clarifies Human Evolution" pernah mengungkapkan, bahwa Gen manusia modern ini tidak bercampur dengan gen spesies manusia kuno.

Kita semua bangsa pendatang, bukan bangsa asli, Negeri ini Negeri Indonesia dihuni oleh bangsa-bangsa pendatang (imigran) yang berisi gugusan pulau-pulau yang jumlahnya 17 ribu secara beraneka ragam. negeri ini tidak ada penduduk pribumi. Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi adalah bangsa Proto Melayu dan Deutero Melayu yang berasal dari bangsa Mongoloid asal muasal dari Juan di China yang menelusuri melalui indochina atau Austro Asiatik, memasuki kawasan selatan, baik melalui Teluk Benggali, juga Laut China Selatan serta melalui jalan darat yaitu Jala, Patani, Naratiwat dan masuk ke semenanjung Malaya. Lintas barat memasuki Penang sampai Malaka menyeberang selat Malaka masuk ke Sumatera dan yang ke arah selatan memasuki pulau Jawa, Kalimantan dan ke timur menuju Sulawesi dan Nusa Tenggara.

Bangsa Aceh di sebelah barat adalah suku Lamno keturunan Eropa bermata biru, Aceh Pidie dan Aceh Besar keturunan Tamil dan keling India serta suku Benggali, sebagian keturunan Arab.

Bangsa Proto Melayu atau Melayu tua di Indonesia seperti suku Batak, suku Sakai, suku Anak Dalam di Sumsel, Jambi dan Riau, suku Dayak di Kalimantan, suku Badui di Jawa barat, suku Bali Age di Bali, suku Sasak di Lombok, suku Toraja dan Suku Bugis di Sulawesi serta sebagian besar suku lainnya seperti Melayu Deli, Riau, Minang, Jawa, Bali Mojo dan lain lain adalah bangsa Melayu Muda atau Deutero Melayu.

NTT dan Maluku masih termasuk bangsa Melayu, bahasa Maluku adalah bahasa Melayu, Jawa dan Bugis, Maluku Utara adalah keturunan Arab, Manggarai NTT orang Makasar serta keturunan Bima di pinggiran atau pesisir, namun 70 persen lebih adalah dari suku Minangkabau. Bajawa  keturunan India, Ende orang Arab, Sikka Portugis. Orang Rote, Sabu, Raijua dan Sumba adalah Arab campur India, jaman dulu disebut India Belakang.

Bahasa Flores Timur adalah bahasa Melayu Kuno, Maluku Utara memang sebagian keturunan Polinesia bukan Melanesia seperti Nuku, Pasifik ada juga sebutan Nuku Alofa, namun jumlahnya sedikit. Ada ikatan yang kuat antara kerajaan-kerajaan nusantara dengan Maluku, khususnya Ternate dan Tidore. Radja Boawae di Ngada adalah keturunan India, Budaya tenun di Sumatera, Jawa dan NTT adalah budaya India.

Secara antropologi ragawi, sampai hari ini hanya membuktikan bahwa Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan NTT adalah suku bangsa yang masuk kategori Ras Mongoloid, yang asal muasal dari Juan di China menyebar ke selatan bertemu bangsa Sino Tibetian atau di kenal sebagai bangsa Austro Asiatik menyusuri pantai barat semenanjung Malaka, masuk ke Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara. Sebutan Austro artinya Selatan, Mongoloid adalah sebutan bangsa sehingga menjustifikasi sebagai bangsa Mongoloid yang tinggal di bagian selatan Asia Tenggara. Kecuali Bangsa Papua yang tidak termasuk Ras Mongoloid tetapi Ras Melanesoid yaitu sebuah Ras yang mendiami kepulauan Pasifik Selatan yang disebut "Aquatic Zone".

Pembagian flora dan fauna oleh Wallace yang membagi dua bagian yang ditandai oleh Garis Wallace yang melintasi Kalimantan, Sulawesi, Ngada di Flores dan Sumba tidak membagi rumpun etnik tapi hanya flora dan fauna.

Kalau mau membuktikan sebuah rumpun bangsa maka ada beberapa indikator yang harus di lihat:

1. Aspek antropologi ragawi

Secara Antropologi ragawi, feno tipus, ciri-ciri ragawi: Di Indonesia tes DNA Mitokondria dipakai untuk melacak jejak gen manusia dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, Juni 2001 Wuryantari dalam tesis berjudul Haplotipe DNA Mitokondria Manusia Prasejarah Jawa dan Bali, ternyata, manusia prasejarah dari dua situs itu merupakan keturunan ras Asia atau Mongoloid dengan ciri Polinesia.

Hal ini hanya menunjuk Orang Indonesia dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Selawesi, NTT dan Maluku dan Namun Papua tidak termasuk. ciri-ciri ragawi Orang Melayu Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi bergelombang dan ikal, sama seperti yang kita temukan di Semenanjuang Malaya, Thai, Vietkong, Sino Thibetian juga orang Juan Thibet dan Monggol. Untuk suku-suku di Indonesia Timur oleh Wallace dalam ras manusia dijelaskan bahwa orang Maluku adalah Melayu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo serta pulau Buru , berbahasa kombinasi Jawa dan Bugis, sedangkan orang pulau Obi, Bacan dan semenanjung Jailolo tidak memiliki penduduk asli, semenanjung Jailolo utara suku Alfuru dari Sahu dan Galela, mereka bukan ras Melayu juga bukan ras Melanesia, berwajah seperti orang Papua dikelilingi bulu-bulu, namun kulit mereka seperti orang Melayu artinya mereka bangsa Melayu Polinesia.

Sedangkan Papua adalah bangsa Melanesoid, Melanesia. Pada tahun 1832 seorang perancis yang bernama Jules Dumont d'Urville yang menjajah pulau-pulau kecil ditepian Samudra Pasifik menyebut sebuah kelompok etnis dan pengelompokan pulau-pulay yang berbeda dari Polinesia dan Mikronesia dengan sebutan ras Melanesia istilah yang diambil dari bahasa Yunani, Melano-nesos "nusa-hitam" atau "kepulauan hitam". Menyatakan berdasarkan ciri fisik dari etnis tersebut karena berambut keriting dan kulit hitam.

2. Antropologi lingguistik

Antropologi lingguistik yaitu adanya kesamaan bahasa; Bahasa yang digunakan di Sumatera, Jawa, Kalimantan juga Sulawesi adalah Bahasa Melayu yang berinduk pada bahasa Sansekerta India dan di kombinasikan dengan bahasa-bahasa daerah yang dianut yang mencapai 800 bahasa. Bahasa Aceh adalah kombinasi dari bahasa Arab, India dan Melayu, Bahasa Minang kombinasi bahasa Melayu, orang Deli, Riau, Jambi, Palembang hingga Bengkulu adalah berbahasa dan berdialek Melayu, demikian pula Bahasa Sunda dan Jawa serta Bali yang kombinasi tiga bahasa Sansekerta, Kawi dan Melayu. Kalimantan Barat berbahasa Melayu Dayak, Kalimantan Tengah berbahasa Melayu, Dayak, Jawa dan Madura, Kalimantan Selatan berbahasa Banjar dan Jawa, Kalimantan Timur Bahasa Dayak, Jawa, Bugis dan Makasar.

Demikian pula pulau Sulawesi bagian selatan berbahasa Bugis, makasar dan Buton yang dipengaruhi oleh kerajaan Goa dan Talo. Sedangkan Sulawesi Utara dan Gorontalo berbahasa dan berdialek Tagalok dari Mindanao serta kejaraan Sulu di Philipina Selatan. Manggarai di NTT sedikit mirip ke bahasa Bugis dan Makasar (kraeng) Minang, Flores Timur adalah Melayu tua, Rote Sabu sedikit bahasa India dan sebagian besar dipengaruhi oleh kawi (jawi), juga Melayu pada umumnya kecuali di timor berbahasa Tetun dan Porto seperti di Belu, Melaka, Kefa dan Soe.

Sedangkan Maluku secara keseluruhan di pengaruhi bahasa Melayu, contoh, kata beta, paci, maci itu panggilan akrab Melayu yg sering digunakan oleh orang Malaysia, Jala, Patani maupun Naratiwat di Semenanjung Malaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak pula orang keturunan Kepulauan Formosa yg menyebar sampai di selatan termasuk suku bangsa Moro dan Sanger, Talaut, pulau Halmahera dan sebagian juga menggunakan bahasa Tagalok. Ada kesamaan signifikan antara Jolo, Mindanao, dan Maluku Utara sama-sama agama islam.

3. Antropologi Budaya

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTT dikenal budaya tenun, bangsa berbudaya tenun di dunia adalah bangsa India, hindustan menyebar ketimur melalui teluk Benggali memasuki kepulauan nusantara, kecuali orang Papua Melanesia tidak mengenal tenun, orang Meibrat di Sorong  justru tenun atau kain Timor menjadi mahal karena diimport dan dianggap barang langkah bukan produk asli. Demikian juga tenun Maluku, berbudaya siri dan Pinang tidak bisa dijadikan dasar karena orang Jawa dan Melayu justru makan Sirih dan Pinang bahkan Sirih  dan Pinang merupakan budaya hidup orang-orang pesisir pantai baik  Jawa, maupun di Timur.

Demikian pula Berbudaya makan Sagu sebagaimana di Maluku dan di Papua juga kita temukan di pada suku Tolaki di Kendari Sulawesi Tenggara yang mereka sebut "Sinonggi". Demikian pula budaya Sagu juga kita temukan pada masyarakat Melayu di Kepulauan Meranti di Selat Panjang Riau. Budaya bernyanyi di Sumatera terbagi dua bagian yakni, bernyanyi secara keras dengan musik keras seperti Batak dan Nias lebih banyak dipengaruhi oleh lagu-lagu modern Eropa non lagu rohani, sementara Aceh, Minang dan Malayu cara bernyanyi dan gaya busana mirip India dan China khususnya Chino Thibetian, demikian pula di pulau Jawa Bali, Sulawesi dan Kalimantan bernyanyi dengan menampilkan kemolekan tubuh wanita dan lelaki bersenjata sabit atau badik berinduk pada budaya India. Bernyanyi  yang sama kita jumpai pada masyarakat Vietnam, Laos, Kamboja juga Thailand. Bernyanyi dalam bangsa Melanesia adalah suatu ritus maka dikenal juga elegi bernyanyi kisah sedih tidak seperti Maluku dan NTT lebih untuk mengungkapkan kegembiraan. Bangsa Melanesia tidak mengenal budaya Kapak dan Parang, Tembikar, berbeda dengan Pedang di Maluku, dan NTT, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.

4. Historiografi

Jaman Timur Purba sebutan pulau Flores adalah Nusa Nipa, atau Nusa Nive, sedangkan untuk Maluku dalam  bahasa Sansekerta sebutannya Nusa Tutur artinya pulau-pulau lainnya. Papua dan Melanesia adalah daerah terbayang (tera incognita). Hal ini diperkuat dalam buku Negara Kertagama, karya Mpu Tantular bahwa NTT dan Maluku masuk kedalam wilayah delapan kita lihat syair 14, bait ke lima: "Inkang sakasanusan Makasar Butun Banggawi, Kuni Ggaliyao mwang i(ng) Salaya Sumba Solot Muar muwah tikang i Wandan Ambwan athawa Maloko Ewaning ri Sran in Timur makadi ning angeka nusatutur".

Sementara Wilayah satu sampai ke tujuh adalah dari Madagaskar sampai nusantara dan utara Formosa. Berdasarkan penelusuran ilmiah ternyata Majapahit tidak pernah menguasai seluruh wilayah nusantara tetapi Majapahit hanya memiliki hubungan transaksi jual beli atau dagang dengan saudagar-saudagar di nusantara. Hal ini ditunjukkan dengan Artefak atau Tembikar dan barang-barang berharga yang ditemukan di bekas kerajaan Majapahit karena kerajaan Majapahit bukan asli nusantara tetapi datang dari India dan kerajaan bercirikan hindu. Papua dan Melanesia hanya daerah terbayang (Terra incognita). Di Jaman modern pun Sumatera dipengaruhi oleh Arab, India dan Belanda, kecuali Bengkulu serta Kepulauan Meranti dan Tanjung Balai Karimum oleh Kekuasan Ratu Inggris dibawah komando Jenderal Mauntbatten berpusat di Singapura. Pulau Jawa daerah pendudukan Belanda, Arab dan India, demikian pula NTB oleh Arab dan Bugis.

Pesisir Utara Sumatera, Jawa dan pesisir Kalimantan khususnya bandar-bandar adalah dihuni oleh orang-orang China, kita lihat bandar-bandar di pesisir bagian Timur Sumatra Medan, Tanjung Balai, Dumai, Selat Panjangn, Bagansiapi api, Jambi, Palembang, Banten, Tangerang, Batavia sampai ke Jawa Timur meskipun di pulau Jawa bagian utara ada kombinasi China, Arab dan India. Pelayaran Laksamana Cheng ho membuktikan penetrasi China di pesisir utara. NTT dipengaruhi bangsa Portugis banyak nama-nama dipengaruhi Portugis contoh, Pereira, da gomes, da cunha, da silva, fernandes, di Sikka maupun juga Flores Timur dan sebagian NTT bahkan orang-orang Lamaholot  oleh Gajah Mada disebut orang Solot (solor), atau Jaman purba atau bahasa Sansekerta namanya Nusa Solot atau pulau air, dalam bahasa Lamaholot air adalah solot.

Oleh karena itu,  manusia Indonesia adalah bangsa Pendatang dan Multiminoritas penghuni gugusan pulau pulau nusantara. Tidak ada penduduk asli dan Pendatang, Pribumi dan non Pribumi. Orang minoritas bisa menjadi Presiden RI, apalagi hanya gubernur. mari kita sudahi dikotomi asli dan pendatang, pribumi dan non pribumi, tok tulisan ini telah membuktikan kita semua adalah: Pendatang dan Orang Asli adalah Bangsa Pigmen atau Pigmeus yang telah punah. Dan asal-usul manusia lewat DNA mitokondria, Max Ingman, doktor genetik juga pernah mengungkapkan, bahwa Gen manusia modern ini tidak bercampur dengan gen spesies manusia kuno jadi kita semua Pendatang.


Natalius Pigai
Staf Khusus Menteri Nakertrans 1999-2004. Peneliti migrasi 2004-2011. Penelitian Migrasi di Indonesia dan di Asia Tenggara; Malaysia, Singapura, Vietnam, Laos, Camboja, Thailand, Myanmar.

Penulis Buku Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik (2000). Migrasi dan Pembangunan (2004). Migrasi Pekerja Internasional 2006.

[ ARTIKEL INI MENJADI TANGGUNG JAWAB PENULIS ]

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN 
Komentar

Berita Terkini