Foto : Setya Novanto (Istimewa)
JAKARTA | Media Nasional Obor Keadilan | Munculnya dua surat yang ditulis langsung oleh Setya Novanto agar dirinya tak dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI serta menunjuk pelaksana tugas (Plt) Partai Golkar Idrus Marham dinilai sebagai bentuk pejabat yang tak memiliki moral.
Menurut pakar hukum komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing,
negeri ini sebenarnya mengatur etika seorang pejabat dapat mundur dari jabatannya.
Pertama, merujuk pada Tap MPR-RI nomor VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, yang masih berlaku, memuat bahwa pejabat negara yang mendapat sorotan publik karena tingkah laku dan kebijakannya, mundur dari jabatannya tanpa menunggu keputusan pengadilan.
Pernyataan ini, katanya, sangat jelas dan tegas tidak perlu multitafasir. Kecuali memang tidak ada keinginan Novanto sama sekali mudur dari jabatan Ketua DPR RI sekalipun sudah menyandang status tersangka dari KPK terkait dengan dugaan korupsi kasus E-KTP.
"Itu semua berpaling pada pertimbangan moral dari Novanto itu sendiri. Diserahkan saja pada yang bersangkutan. Apakah masih ada atau tidak," cetus Emrus dalam rilisnya yang diterima INDOPOS, Jumat (24/11).
Sedangkan landasan moral Novanto harus mundur dari Ketum Partai Golkar, ujar Emrus bisa merujuk pada tujuh pakta integritas pengurus partai, saat Novanto baru terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar, pada Juni tahun 2016
Di antaranya, pertama, menyatakan siap menjalankan semua kewajiban dan memenuhi tanggung jawab selaku pengurus DPP Partai Golkar sesuai pembidangan tugas masing-masing.
"Dengan status ditahan KPK, maka jelas Novanto tidak dapat menjalankan semua kewajiban dan memenuhi tanggung jawab tersebut. Tentu, Novanto bisa merenungkan ini lebih mendalam," ujarnya.
Kedua, siap menjaga kekompakan kerja dan soliditas sesama pengurus DPP Partai Golkar sebagai salah satu kesatuan kepengurusan yang bersifat kolektif.
"Dengan status ditahan KPK, maka jelas Novanti, sebagai Ketum PG, sulit menjangkau agar dirinya dapat menjaga kekompakan kerja dan soliditas sesama pengurus DPP PG," ujarnya.
Pakta integritas ketiga menjelaskan bahwa seharusnya perbedaan yang semakin meruncing tersebut diselesaikan di internal partai.
Namun, kata Emrus, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi pandangan yang sangat berseberangan antar pengurus partai di ruang publik yang dimuat berbagai media massa.
"Perbedaan pandangan ini sekaligus membuktikan Novanto sulit mengendalikan perbedaan pendapat yang semakin meruncing karena terkait dengan perilakunya itu sendiri," terangnya.
Keempat, menjaga marwah dan martabat partai serta saling menjaga integritas dan atas nama baik antarsesama pengurus.
"Dengan status ditahan KPK dengan mengenakan jeket rompi warna orange, justru berpotensi menggerus martabat partai dengan lambang yang didominasi warna kuning ini," pungkas direktur eksekutif Emrus Corner ini.
Pendapat serupa juga diutarakan oleh Peneliti senior CSIS J Kristiadi. Menurutnya, Setya Novanto harus bersifat ksatria. Demi penyelematan institusi yang masih dijabatnya saat ini.
"Oleh karena itu dia harus menunjukan kemuliaannya. Jadi tidak usah memikirkan keselamatan sendiri. Yang harus diselamatkan adalah institusi DPR dan Golkar itu sendiri," papar Kristiadi dalam keterangannya di Jakarta.
Atas dasar itu, dia menyarankan Novanto harus segera mundur dari jabatannya untuk keselamatan DPR dan Golkar.
"Sebaliknya jika dia (Setya Novanto) tetap mempertahankan menjadi ketua umum, dia hanya akan menggali kubur untuk Golkar dan DPR," cetusnya.
Kristiadi juga mengkritik upaya berkirim surat kepada Pimpinan DPR RI dan DPP Golkar pada selasa (21/11). Menurutnya, itu hanya upaya untuk menyelamatkan dirinya seorang.
"Jangan hanya menyelamatkan dirinya sendiri tetapi mengorbankan lembaga, bahwa jangan sampai ada MKD dulu, dan memberikan kepercayaan kepada Plt. Jangan begitu," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Sekjen Partai Golkar Dave Laksono mengungkapkan alasan kenapa Setya Novanto dipertahankan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Umum Partai Golkar.
Menurut Dave, Golkar mempertahankan Novanto yang kini telah menjadi tahanan KPK karena jasa-jasanya selama memimpin DPR dan Golkar.
"Mengingat jasanya kepada Golkar dan DPR, maka diberikan kesempatan sampai adanya putusan praperadilan," kata Dave di Jakarta.
Dave mengatakan, setelah terpilih sebagai Ketua Umum Golkar dalam Masyarakat Nasional Luar Biasa 2016, Novanto membawa banyak perubahan di tubuh partai beringin.
Salah satunya berupa pembangunan gedung baru di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, di Slipi, Jakarta Barat.
Dave mengatakan, pembangunan gedung ini memang berasal dari patungan kader baik di pusat atau daerah. Namun, ia juga mengakui dana cukup besar berasal dari kantong pribadi Novanto.
"Dari kantong Pak Novanto jumlahnya signifikan juga," kata dia.
Novanto juga, lanjut Dave, bisa merangkul semua kalangan yang ada di Golkar. Selain itu, keputusan dalam memilih calon kepala daerah yang akan diusung tidak berdasarkan selera pribadi.
"Tidak berdasarkan like and dislike," kata dia.
Di DPR, lanjut Dave, Novanto juga banyak berjasa dalam pengadaan fasilitas baru dan pembangunan infrastruktur.
Dibawah kepemimpinan Novanyo, ujarnya, DPR bahkan sudah berhasil menggolkan anggaran untuk pembangunan gedung baru.
"Kegiatan anggota juga pada saat reses banyak disuport," kata anggota Komisi I DPR ini. (***)
Editor : Frans JL Rorimpandey
Berita Terkait
BERLANGGANAN NEWSLETTER
Komentar