|

Dugaan Money Loundring, Muslim : Aparat Hukum Jalankan dong Tupoksinya

Dok. Istimewa

Jakarta | Media Nasional Obor Keadilan | Anggota Komisi III DPR RI Muslim Ayub menegaskan, aparat hukum harus melakukan penyelidikan terkait transfer  dana sebesar Rp19 Triliun Standard Chartered ke Singapura.

"Sesuai Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pasal 101 ayat (6) Undang-Undang nomor 8 Tahun 1995, sudah semestinya aparat hukum harus terus menjalankan dong tupoksinya, agar semua menjadi terang benderang," ujar Muslim kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/11/2017).

Politisi PAN asal Aceh ini menjelaskan di dalam Pasal 101 ayat 6 sudah jelas disitu disebutkan, “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

Kemudian Muslim menerangkan di dalam Pasal 101 ayat 6 Undang-Undang nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan penjelasannya: Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.

Dalam penjelasannya disebutkan: Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain” dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.

Jika memang terbukti dana sebesar itu dari dugaan tindak pidana pencucian uang, Muslim melanjutkan, tentunya bisa jadi muncul dugaan kerugian negara dan ada pihak-pihak yang harus dipanggil untuk diperiksa.

"Perlu didalami dan pembuktian, jangan sampai dibiarkan mengambang, yang makin menambah kurangnya kepercayaan publik terhadap aparat hukum kita," tutur Muslim.

Seperi diketahui, hasil investigasi Otoritas Moneter Singapura (MAS) terhadap Standard Chartered terkait transfer dana sebesar 1,4 miliar dollar AS atau setara Rp19 triliun dari Guernsey, Inggris ke Singapura, sampai saat ini oleh pemerintah Indonesia masih belum jelas.

Pasalnya, belum ada transparansi mengenai apakah dana tersebut berkaitan dengan dugaan kasus pencucian uang (money laundering) sebagaimana diberitakan media asing, dimana transfer tersebut dilakukan oleh klien dari Warga Negara Indonesia.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengakui, mendapatkan informasi tersebut.

"Jadi begini ya, kami juga menerima laporan adanya pergerakan dana sebesar Rp19 Triliun milik warga negara Indonesia. Itu adanya (laporan) dari MAS," kata Kiagus kepada wartawan di Jakarta, pekan lalu.

Namun Kiagus belum mengetahui 81 nama-nama nasabah yang melakukan transfer dana yang sangat besar itu, seperti misalnya issu tentang keterlibatan beberapa kolega konglomerat Indonesia hingga anggota keluarga perusahaan besar mulai dari perusahaan tambang, hingga salah satu perusahaan transportasi taksi terbesar di Indonesia, mantan pejabat, serta beberapa tokoh Indonesia lainnya.

 "Kalau nama-nama saya belum tahu ya, secara rincinya nama-nama pemilik dari dana sebanyak Rp19 triliun itu ada sama Direktorat Jenderal Pajak," ujar Kiagus.

Selain MAS dan Ditjen Pajak, belum diketahui sumber mana lagi yang bisa dikonfirmasi mengenai nama-nama nasabah yang melakukan transfer yang disebut mencurigakan tersebut. "Awal yang tahu pasti dari Otoritas Moneter Singapura (MAS), yang lain belum tahu. Terkait hal ini kita masih mendalami," pungkas Kiagus.

Sebelumnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengungkapkan, kasus transfer Rp19 triliun melalui Standard Chartered Plc tidak melibatkan 1 nasabah, namun 81 nasabah warga negara Indonesia.

"Dari jumlah itu, 62 diantaranya ikut program pengampunan pajak atau tax amnesty," kata Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (9/10/2017).

Menurut Ken, sulit mengatahui adanya transfer senilai 1,4 miliar dollar yang diakukan oleh WNI sejak beberapa bulan lalu dan Ken memastikan, 81 nasabah yang melakukan transfer dari Guernsey Inggris ke Singapura adalah wajib pajak pribadi bukan badan.

Saat ini, Ditjen Pajak masih mendalami lebih jauh terkait dana transfer tersebut.

Berangkat dari kasus ini, Juru Bicara Standard Chartered menolak berkomentar. Dale Holmes, Sekretaris Regulator, Guernsey yang bertindak sebagai Juru Bicara, bersama dengan MAS dan FCA juga menolak berkomentar, sebagaimana dilansir bloomberg.com

Selain itu disebutkan juga Bank Standard Chartered kini berada di bawah pengawasan Monitor Independen hingga Desember 2018, lantaran gagal memperbaiki sistem pencucian uang sehingga terancam kehilangan lisensi perbankan dari Amerika Serikat.(*)

Editor : Redaktur
Komentar

Berita Terkini