|

Diduga Bermain Mata dengan Mafia, Aparat Polres Toba Diadukan Warga ke Presiden Joko Widodo

Jakarta| Media Nasional Obor Keadilan, Kamis (16/11-2023, Mafia sumberdaya alam dalam hal ini pencurian kayu maupun illegal logging di Kabupaten Toba, Sumatera Utara sudah berlangsung lama serta sudah jadi rahasia umum. 

Warga Dusun Huta Tur, Desa Sintongmarnipi, Kecamatan Laguboti selaku korban praktik tersebut mengadukan hal itu kepada Presiden RI Joko Widodo melalui surat tertanggal 6 November 2023.

Surat yang ditembuskan ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup,  Kapolri, serta Kapolda Sumut meminta pihak terkait menangani kasus tersebut secara tuntas, demi keadilan dan tegaknya hukum. 

“Kami melaporkan matinya hukum di Toba serta meminta perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada Presiden Joko Widodo,” kata Corner Hutapea (60) selaku perwakilan warga ke Obor Keadilan, Selasa (14/11/23).

Tidak Serius, Transparan, dan Akuntabel

Keterlibatan aparat kepolisian dalam praktik mafia pencurian kayu di Toba diindikasikan warga Huta Tur dari penanganan kasus yang tidak profesional atas perkara pencurian ratusan kayu pinus milik warga Huta Tur. 

“Tidak serius, transparan, dan akuntabel,” tegas Corner, yang juga pensiunan pejabat auditor Jasa Raharja. 

Dalam hal ini, sejak mengadu ke Polres Toba pada 20 Juli 2022 warga tidak mengetahui perkembangan kasus karena tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Perkara  (SP2HP).

Menurut Corner, SP2HP itu merupakan hak pelapor yang wajib diberikan kepada pelapor secara berkala baik diminta atau tidak diminta. 

“Ada apa di balik ketidakprofesionalan polisi? Banyak yang tidak kami tahu. Sepengetahuan kami pihak kepolisian belum memeriksa apalagi menetapkan tersangka. Kami tidak menyimpulkan kepolisian main mata dengan mafia tetapi indikasinya sangat kuat,” ujar Corner.

Penyelidikan Dihentikan Sepihak

Surat penghentian penyelidikan.
Kecurigaan warga semakin menguat setelah Polres Toba menghentikan proses penyelidikan melalui Keputusan Nomor: S/Tap/466.c/X/2023 pada 9 Oktober 2023.

Penghentian dilakukan berdasarkan gelar perkara yang dilaksanakan 6 Oktober 2023 yang menyatakan perkara tersebut bukan peristiwa pidana. Dalam hal ini warga disarankan agar melakukan upaya hukum lain. 

Menurut warga keputusan penghentian penyelidikan itu juga sarat kejanggalan. Terutama karena dalam gelar perkara pihak Polres Toba tidak menghadirkan warga sebagai pihak pelapor. 

“Secara formal, gelar perkara dilakukan penyidik dengan menghadirkan pelapor dan terlapor. Dalam hal ini, warga sama sekali tidak dihadirkan,” jelas Corner. 

Sudah jelas, tambah Corner keputusan itu bertentangan dengan fakta  adanya pencurian kayu oleh warga luar dusun yang bukan pemilik kayu dan lahan, sementara penebangan dan penggunaan alat berat juga tidak ada izin. 

“Sekiranya bukan tindak pidana, polisi musti membuktikan kayu itu adalah milik pencuri,” tegas Corner. 

Tanah Ulayat

Huta Tur merupakan areal tanah ulayat atau tanah adat yang dibuka Raja Herman Hutapea dan beberapa saudaranya pada abad ke-18. Sedemikian rupa areal tersebut diwariskan para leluhur kepada keturunannya berupa perkampungan, lahan basah, dan lahan kering.

“Raja Herman Hutapea juga telah menentukan batas-batas hak ulayat (tanah adat) Huta Tur dan tidak boleh dikuasai dan diusahai pihak lain dan sampai saat ini masih tampak jelas batas-batas yang ditentukan tersebut,” demikian St Muliater Hutapea SH, keturunan Raja Herman Hutapea dalam bukunya “Sejarah Berdirinya Kampung Huta Tur” yang ditulis pada 1 Agustus 2015, sebagaimana diikuti Surat Pernyataan Tanah Adat Huta Tur yang ditandatangani 19 orang keturunan pendiri kampung, 21 April 2022.

Ratusan kayu pinus yang dicuri berada di lahan kering yang ditanam, dipelihara, dan dimanfaatkan warga Huta Tur yaitu Lombang Rihit Siate, Pemakaman Huta Tur, dan kebun pribadi milik beberapa warga, termasuk Corner. 

Pelaku pencurian, sesuai laporan dan pengaduan warga ke Polres Toba melibatkan cukong, penadah, pemilik alat berat, warga luar dusun, dibantu beberapa orang aparat desa dan beking kuat di belakang mereka. 

Liar

Aksi pencurian dimulai pada 31 Maret 2022 ditandai dengan masuknya  alat berat ekskavator  kepiting dan skidder, penebangan dan pengangkutan glondongan kayu menggunakan dump truk sehingga mengakibatkan jalan dusun rusak termasuk bocornya dua pipa air swadaya masyarakat di pinggir jalan. 

Pada  2 April 2022 warga Huta Tur telah melakukan aksi penutupan jalan untuk merintangi keluar masuknya dump truk yang akan menjemput dan mengangkut kayu hasil curian. Pada saat itu juga diketahui aktivitas tersebut tidak ada izin.  

Warga yang protes tidak berdaya karena mendapat perlawanan dari sejumlah oknum, termasuk beberapa aparat desa yang diduga kuat juga terlibat dalam aksi pencurian. 

Karena tidak ada titik temu, pada 6 April 2022 warga menginformasikan kejadian tersebut ke Polres Toba. Berdasarkan laporan Tim Unit Tipidter dalam hal ini Erwin Syahputera dan Yoan Sinaga turun langsung ke TKP pada hari yang sama. Setelah diplot ke dalam peta, titik koordinat TKP  ditentukan berada di luar kawasan hutan dengan status lahan Areal Penggunaan Lain (APL), sesuai dengan SK 6609.

Corner menjelaskan yang dimaksud dengan APL sesuai ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah areal di luar kawasan hutan negara. 

“Mestinya, meskipun di APL tetap ada aturan mainnya seperti memeriksa siapa pemiliknya, demikian juga memeriksa izin penebangan dan penggunaan alat beratnya,” kata Corner. 

Pada 19 April 2022 pencurian masih berlanjut. Pada hari yang sama warga Huta Tur mengadu ke Kantor Dinas Perizinan Pemkab Toba. Menurut Kepala Dinas Perizinan Pemkab Toba Reguel Hasadaan Sitorus yang menerima warga, penebangan tersebut belum memiliki izin baik izin lingkungan hidup, izin lokasi, dan izin industri/konversi.     

Peristiwa pencurian kayu dan keberadaan warga Huta Tur di Dinas Perizinan  diliput TVRI dan ditayangkan melalui Berita Nasional pada 20 April 2023. 

Sejak itulah aksi pencurian dihentikan. Padahal, menurut informasi yang diperoleh warga penebangan rencana masih lebih massif ke areal lain sampai satu tahun ke depannya. 

Perihal kerusakan jalan ke Huta Tur akibat aktivitas pencurian kayu sudah dilaporkan warga ke BPD Pemerintahan Desa untuk diperbaiki pada 30 Mei 2022, namun belum ada tanggapan.

Indikasi Dialihkan ke Perdata

Hampir satu tahun mandek, pada 20 Juni 2023 Corner mempertanyakan perkembangan laporan pengaduan ke Polres Toba dan menerima perlakuan kasar dari salah seorang oknum polisi.

Saat Corner dan pegiat sosial dari Jakarta mempertanyakan lagi laporan pengaduan ke Polres Toba pada 9 Agustus 2023, Erwin Syahputera dan Syarifudin Simarmata dari unit Reskrim berjanji akan menjadwalkan penanganan secara restorative justice. 

Lagi-lagi Corner menemukan kejanggalan sebab unsur yang memenuhi  restorative justice tidak ditemukan dalam perkara, antara lain pihak kepolisian belum memeriksa pelaku atau menetapkan tersangka.  

Anehnya lagi, pada kesempatan yang sama Erwin Syahputera mengatakan akan berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) untuk menentukan titik koordinat penebangan kayu. Padahal sebelumnya Erwin Syahputera dan Yoan Sinaga pada 6 April 2022 sudah memastikan koordinatnya berstatus APL.  

Warga menduga adanya indikasi pengalihan perkara dari pidana menjadi perdata. Terbukti karena pihak kepolisian dalam hal ini Satreskrim Toba manyarankan warga agar melapor ke PN Balige dengan alasan karena berkaitan dengan kepemilikan lahan.

Hal itu terungkap dalam pembicaraan Corner dengan Kasat Reskrim Polres Toba Iptu Wilson Manahan Panjaitan didampingi staf di Polres Toba, pada  22 Agustus 2023.

“Aneh, jelas-jelas lahan dan kayu adalah milik warga Huta Tur dengan bukti yang ada, bukan masalah kepemilikan lahan. Ini kasus pidana murni. Pencurinya yang diproses, bukan penyerobotan yang perlu dibuktikan,” tukas Corner, mengutip penjelasan yang kemudian ia peroleh dari lingkungan PN Balige.

Pada 24 Agustus 2023, Erwin Syahputera melalui pesan WA memberi tahu Corner akan mengadakan pertemuan antara pelapor dengan terlapor dalam waktu seminggu ke depan. 

“Rencana pertemuan dimaksud tidak ada tindak lanjutnya sampai perkara dihentikan, bahkan warga tidak dilibatkan dalam gelar perkara” ungkap Corner.

Waswas

Bukan hanya kali ini pencurian kayu terjadi di tanah ulayat Huta Tur. Pada tahun 2008 kejadian serupa juga menimpa kayu pinus milik keluarga Muliater Hutapea. Meski pencurian telah dilaporkan ke Polsek Laguboti pencurian tetap dilakukan dengan cara intimidasi dan kekerasan.

Warga Huta Tur waswas aksi pencurian kayu di Huta Tur kembali terulang apabila tidak ada penegakan dan kepastian hukum. 

“Selain kerugian materil dan immaterial warga khawatir terjadinya konflik atau benturan sosial yang tidak diinginkan ,” kata Corner.

Tindak Tegas Aparat Kepolisian yang Terlibat Mafia

Corner selaku perwakilan warga menduga adanya pembiaran kejahatan tindak pidana atas mandeknya penanganan kasus dan perlakuan kasar yang ia terima dari seorang oknum polisi saat mempertanyakan perkembangan kasus, pada 20 Juni 2023.

Pada 22 Juni Corner melaporkan hal tersebut ke Irwasum Polri Komjen Pol  H Ahmad Dofiri MSi. Dalam balasannya tertanggal 30 Agustus 2023, Dr Tornagogo Sihombing SIK MSi  CRGP mewakili Irwasum menyebut telah ditindaklanjuti ke Kapolda Sumut. 

Pada 29 Juni 2003 Corner melaporkan hal yang sama kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi. Dalam balasannya tertanggal 28 Juli 2023 diwakili Ajun Kombes Musa Tampubolon selaku Kabag Wassidik Direktur Reserse Kriminal Polda Sumut, menyebut telah memberikan petunjuk dan arahan kepada Kapolres Toba.

Setelah dikonfirmasi ke Sie Propam Polres Toba pada 9 Agustus 2023 diterima Ginting dan staf, diperoleh informasi belum ada petunjuk dari Polda Sumut. 

Oleh karena itu Corner kembali mempertanyakan Kapolda Sumut tertanggal 11 Agustus 2023 dan masih mendapat jawaban senada melalui Ajun Kombes Musa Tampubolon, bahwa telah diberi petunjuk kepada Polres Toba.

“Kami bingung ada apa dengan Polres Toba. Seperti ada yang ditutup-tutupi. Dapat dibayangkan  bagaimana masyarakat awam selama ini tidak mendapat keadilan hukum atas pengaduan pencurian kayu yang dialami. Barangkali itulah yang membuat masyarakat pasrah menerima nasib,” ungkap Corner.

Itulah sebabnya dalam surat ke Presiden yang ditembuskan ke Kapolri Jenderal Pol Listiyo Sigit Prabowo warga mengharapkan Kapolri mengusut tuntas permasalahan mafia di Toba, termasuk menurunkan Propam Mabes Polri.

Mafia Musti Diberantas

Corner berharap mesti ada tindakan tegas pemerintah dan aparat penegak hukum agar praktik mafia sumberdaya alam seperti pencurian kayu dan illegal logging di Kawasan Toba dan sekitarnya dihentikan. 

“Kejadian di Huta Tur merupakan satu dari sekian banyak praktik pidana pencurian kayu  di Toba, termasuk kawasan lainnya. Sudah menjadi rahasia umum,” ujarnya. 

Menkopolhukam Prof Mahfud MD juga diminta menegakkan  kepastian hukum  termasuk membenahi carut marut hukum pidana pencurian kayu di APL. 

Ditambahkan agar polisi tidak serta merta mengalihkan kasus pidana pencurian kayu di APL  ke perdata karena  perkaranya bukan penyerobotan lahan. 

Mestinya, menurut warga apabila terjadi tindak pidana pencurian di APL khususnya di tanah ulayat tidak serta merta memaksakan adanya sertifikat, tetapi juga mempertimbangkan sejarah tanah dan pernyataan warga sebagai alas hak yang ditandatangani keturunan pewaris secara bertanggung jawab. Situasi inilah, menurut warga yang dijadikan modus sehingga mafia terus merajalela. 

Selanjutnya warga Huta Tur meminta Menteri LHK Siti Nurbaya menurunkan Tim Gakum Kementerian KLH atas terjadinya kejahatan kehutanan dan kerusakan lingkungan, karena terkait pidana kejahatan lingkungan. 

(Antoni Antra Pardosi/Obor Panjaitan)

Komentar

Berita Terkini