Media Nasional Obor Keadilan| Jakarta, 29 Oktober 2025 – Jurnalis Nasional sekaligus Ketua Umum Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR), Obor Panjaitan, menyampaikan pernyataan resmi terkait dua isu besar yang tengah mengguncang integritas negara: dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) dan praktik suap dalam pemilihan Ketua DPD RI.
Obor menegaskan, proyek berbiaya jumbo sekitar Rp120 triliun itu bukan sekadar soal pembangunan infrastruktur, melainkan gambaran nyata bagaimana kekuasaan dan uang berpadu dalam sistem yang kian kehilangan moral.
“Proyek ini adalah simbol kemajuan yang berubah menjadi simbol kecurigaan. Dugaan korupsi dalam Whoosh bukan lagi isu teknis, tapi soal kedaulatan bangsa. Kita sedang dipermainkan oleh sistem yang korup,” tegas Obor Panjaitan.
Pernyataan ini sejalan dengan pandangan Prof. Mahfud MD, yang pada 14 Oktober 2025 mengungkap secara terbuka potensi besar penyimpangan dana dan rekayasa dalam skema pembiayaan lintas negara proyek tersebut.
KPK Dinilai Tidak Layak Menangani Kasus Besar
Obor menyatakan, lembaga antirasuah saat ini sudah kehilangan taring dan kredibilitasnya dalam menangani kasus strategis berskala nasional.
“Saya sudah berkali-kali memantau laporan ke KPK, termasuk dugaan suap pemilihan Ketua DPD RI yang melibatkan 95 anggota DPD. Semua berakhir sama: berlarut-larut tanpa hasil,” ujarnya.
Ia menuding KPK kini tak ubahnya “Polsek korupsi” — lembaga yang formalistis, lamban, dan sering kali politis. Kritik itu menguat setelah pernyataan KPK pada 27 Oktober 2025 yang mengklaim telah membuka penyelidikan kasus Whoosh sejak awal tahun tanpa hasil nyata.
“Kalau penyelidikan hanya formalitas, rakyat sudah bosan. Jangan biarkan lembaga sekelas KPK menjelma jadi labirin prosedural yang melindungi pelaku, bukan menghukum mereka,” tambahnya.
Desakan: Kejagung Ambil Alih, TNI AL Dilibatkan
Sebagai langkah konkret, Obor mendesak agar penanganan kasus proyek Whoosh dan suap Ketua DPD RI segera dialihkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung), dengan kemungkinan pelibatan TNI Angkatan Laut (AL) untuk mendukung aspek keamanan dan pengamanan data investigatif.
“Kejagung masih punya ruang untuk menunjukkan kemandirian hukum. Bila ini menyangkut proyek strategis nasional dan kedaulatan maritim, TNI AL layak dilibatkan untuk memastikan tak ada data yang disembunyikan,” tegas Obor.
Ia menilai, kolaborasi antar lembaga hukum dan militer bisa menjadi preseden penting dalam penegakan hukum korupsi lintas sektor yang berdampak langsung pada kepentingan negara.
Tanggung Jawab Pemerintah dan Elit Politik
Dalam pernyataannya, Obor juga menyoroti tanggung jawab moral Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad agar tidak tinggal diam terhadap dugaan penyimpangan yang melibatkan elit politik maupun aparat negara.
“Kalau pemerintah berbicara soal revolusi mental, maka revolusi itu harus dimulai dari keberanian membuka borok sendiri. Bila ada kader partai berkuasa yang terlibat, hukum harus tetap berjalan,” ujarnya tajam.
Seruan Nasional: Rakyat Jangan Diam
Obor menyerukan agar publik, aktivis, mahasiswa, dan media tidak berhenti mengawal dua sektor penting ini — infrastruktur strategis dan lembaga legislatif.
“Kita jangan cuma jadi penonton. Siapkan tekanan publik, aksi damai, dan petisi konstitusional. Proyek Whoosh dan suap DPD adalah wajah asli korupsi struktural. Bila dibiarkan, kita sedang menggali kubur bangsa sendiri,” serunya.
IPAR: Garda Terdepan Jurnalisme Antikorupsi
Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR) menegaskan komitmennya untuk tetap berdiri di garis depan pemberantasan korupsi. Di bawah kepemimpinan Obor Panjaitan, IPAR memastikan setiap informasi dan investigasi dilakukan secara independen, berbasis data, dan untuk kepentingan publik.
“Kita tidak bisa lagi berharap pada lembaga yang sudah kehilangan nurani hukum. Kini giliran rakyat, media, dan penegak hukum yang masih bersih untuk mengambil alih peran itu,” tutup Obor.