|

Proyek SID, Milyaran Rupiah di Kabupaten Alor NTT, Dibatalkan

Foto : Rapat Kerja Komisi A DPRD dan PMD, membahas proyek ‘siluman’ dana Desa milyaran rupiah, Rabu, (6/6). 

Kalabahi NTT | Media Nasional Obor Keadilan Oborkeadilan.com – Pemerintah kabupaten Alor membatalkan proyek pengadaan sistem informasi Desa senilai sekitar milyaran rupiah, meski Komisi A DPRD Alor tetap ngotot akomodir proyek ‘siluman’ itu dilanjutkan.

“Kegiatan itu tidak kami lanjutkan, karena proses dari awal tidak sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Kepala PMD Mat Bere, saat Rapat Kerja bersama Komisi A DPRD Alor, Rabu, (6/6) kemarin di gedung DPRD Alor.

Menurut Mat Bere, kegiatan tersebut sempat dilakukan sejak tahun 2016. Ketika itu dirinya belum dilantik sebagai Kepala PMD.,”Saya belum jadi Kepala PMD. Setelah masuk, saya cek, ternyata seluruh dokument kontrak tidak sesuai prosedur. Kesepakatan tersebut waktu itu antara pihak ketiga CV. Hosandri Utama dengan Pemdes. Untung proyek tidak dilanjutkan kata Bere, dilanjutkannya, jika  lanjut, maka, banyak Kades bisa susah ini. Sebab, yang menyiapkan kontrak juga pihak ketiga dalam hal ini CV. Hosandri Utama. Hal ini penyebab proyek ini tidak bisa kami lanjutkan.

Bere juga tidak menampik bahwa pembiayaan proyek tersebut, kata Bere, bersumber dari dana Desa tahun anggaran 2016. “Dalam kontrak satu Desa biayanya mencapai Rp. 55 juta lebih,” ujarnya.

Dirinya mengungkapkan, tahun 2017, sempat dianggarkan dalam APBD sebesar Rp. 200 juta, untuk beberapa desa. Dia mencontohkan, namun tidak jadi dilakukan. “Sempat ada usulan dalam perubahan Anggaran APBD Rp. 200 juta untuk beberapa Desa contoh, tetapi karena waktu yang singkat,  itu dibatalkan,” ujarnya.

Sembari mengkalkulasi,  Bere mengatakan, Dana tersebut jika untuk proyek seluruh Desa dijumlahkan dari total 175 Desa/Kelurahan maka angkanya cukup fantastis. Bisa mencapai milyaran rupiah.

Di tempat terpisah, Sekda Alor Hopni Bukang, SH, menjelaskan, memang ITE sangat dibutuhkan di era ini, tetapi pemerintah menyerahkan sepenuhnya pada Desa.

“Intinya, itu dianggarkan sesuai kebutuhan Desa dan dimasukan dalam pembiayaan APBDes. Kan begitu. Kalau tidak ada dalam APBDes, ya tidak bisa,” kata Sekda Alor itu.

Sekda Hopni juga mengatakan,Waktu itu (tahun 2016) ada kegiatan sosialisasi tentang ini dan dibuka oleh pak Bupati petahana (Amon Djobo). Tetapi tidak bisa dilanjutkan. Semua mekanismenya kita kembalikan kepada Desa.

Terkait persoalan ini, Komisi A DPRD tetap ngotot agar proyek tersebut dianggarkan dengan memperbaiki berbagai kekeliruan prosedural yang ada.

“Saya mencoba menggaris bawahi bahwa memang ada kekeliruan dalam prosedur. Karena itu bisa dibenahi. Apalagi kegiatan ini dibuka langsung oleh Bupati. Ya perlu dipikirkan,” kata Ketua Komisi A, Sulaiman Sing.

Demikian juga dikemukakan Anggota Komisi A Walter Datemoli. Walter meminta pemerintah memikirkan agar Desa-desa bisa menerapkan sistem ITE.

“Yah, kita minta supaya program itu bisa dipikirkan. Karena ini dunia teknologi. Desa sudah harus siapkan perangkat aplikasinya. Saya pikir itu,” ungkap Walter sambil membantah wacana jangan-jangan ada dugaan “Fee” dari proyek tersebut mengalir ke anggota DPRD. “Fee? Tidak ada itu, saya tidak kenal CV. Hosandri. Saya juga baru pindah ke Komisi A ko?” tegasnya.

Tenaga Ahli Desa, Machris Mau, mengaku proyek tersebut tidak diusulkan dalam dokumen APBDes. “Tidak ada satupun Desa anggarkan itu dalam APBDes.

Karena memang musrembang Desa itu tidak dibutuhkan. Saya tidak tahu proyek ‘siluman’ ini muncul dari mana datang,” ucap Mochris.

Dirinya mengatakan, di Kabupaten Alor, hanya ada 14 Desa yang masuk kategori Desa berkembang, sisanya Desa tertinggal dan terbelakang.

Karena itu menurutnya, rencana penerapan proyek sistem informasi Desa perlu dipikirkan kembali.

“Ya, pemetaan Desa begitu. Kita hanya punya 14 Desa yang masuk Desa berkembangan. Sisanya masuk Desa tertinggal. Jadi mereka tidak butuh sistim aplikasi informasi Desa.

Masyarakat butuh sekarang itu ya program-program pengembangan ekonomi Desa. Begitu,” kata Machris.
Lanjut Machris, pihaknya sudah membantu desa menggunakan aplikasi desa yang disiapkan Kementrian Desa.

“Desa sudah punya aplikasi pelaporan keuangan Desa dari Kementerian.
“Sudah ada itu. Nah aplikasi itu mudah diakses, malah gratis lagi. Jadi untuk proyek ini memang Desa tidak butuh,” ujar dia.

Kepala Bidang PMD, J. Obisuru, menyebutkan, proyek tersebut tidak dapat dipaksakan karena sumber daya Desa belum tersedia. Jika DPRD tetap ngotot dipaksakan maka proyek akan mubasir.
“Kita tidak bisa lanjutkan karena memang SDM dan fasilitas internet Desa tidak tersedia secara menyeluruh di Alor.

Program ini  butuh infrastruktur internet, butuh operator, butuh komputer/Laptop. Memang rata-rata Desa sudah ada Laptop tetapi internet belum menyeluruh,” jelasnya.

Sekretaris PMD Imanuel, menegaskan, apapun program Desa, pemerintah daerah, DPRD, atau siapapun tidak boleh intervensi.

Sebab itu dilarang UU. “Saya ingin menegaskan bahwa kita tidak boleh intervensi program dan kegiatan di tingkat desa,sebab, itu menjadi kewenangan mereka.

Sistem perencanaan pembangunan sudah berubah. Sekarang semua perencanaan dimulai dari bawah,” pungkasnya.

Rapat Komisi A, merekomendasikan membatalkan proyek tersebut dengan alasan tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Jika dipaksakan maka seluruh Kepala Desa akan bermasalah hukum. (DM)

Editor : Louis Mindjo
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini