|

DR. Emrus Sihombing : Kemenpan RB Dan BPIP harus gerak cepat atasi virus Radikalisasi dan Teroris di Kampus

Penulis : DR. Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner di Jakarta
Ket Gambar : DR. Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner di Jakarta. 

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | JAKARTA | Selasa ( 5/06 ) , Publik seakan tercengang ketika mengemuka ada tujuh kampus di bawah Kemenristek diduga kuat terpapar paham radikalisme. Anehnya, tujuh kampus tersebut merupakan lembaga pendidikan ternama di Indonesia, yang menjadi idaman bagi lulusan Sekolah Menangah Atas (SMA) di seluruh tanah air untuk melanjutkan studi di sana. Bahkan ada berita terakhir, salah satu perguruan tinggi di Sumatera ditemukan ada dugaan kegiatan perencanaan tindakan radikal. Jadi, setidaknya ada delapan perguruan tinggi.

Ke delapan perguruan tinggi tersebut merupakan lembaga pendidikan negeri di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui Kemenristek. Menyedihkan. Sebab, di lingkungan lembaga pemerintah sejatinya lebih steril dari paham radikalisme dibanding di luar instansi pemerintah. Sesuai dengan sumpah sebagai abdi negara, setiap pegawai negeri (pemerintah) yang bertugas di sana harus mengimplementasikan, menjaga, “membumikan”, melestarikan dan membudayakan nilai-nilai luhur Pancasila.

Karena itu, relasi sosial yang terjadi di lingkungan lembaga pemerintah harus menjadi teladan bagi seluruh lingkungan sosial lain di Indonesia dalam membudayakan nilai-nilai Pancasila.

Namun, tampaknya yang terjadi sebaliknya. Di delapan perguruan tinggi tersebut diduga kuat ada penyebaran paham radikalisme.

Merujuk pada dugaan terjadinya penyebaran paham radikalisme di delapan perguruan tinggi milik pemerintah tersebut, harus memunculkan kewaspadaan kita semua. Utamanya, pemerintah harus melakukan deteksi dini tentang kemungkinan terjadi penanaman atau “sosialisasi” paham radikal  dalam berbagai bentuk di semua kementerian dan lembaga pemerintah lainnya di bawah presiden.

Berbagai upaya penanaman paham radikal bisa dalam bentuk diskusi-diskusi yang dirancang secara khusus yang mengarah pada eksklusif dari suatu ideologi tertentu dengan membelokkan pemahaman yang tidak sepatutnya. Akibatnya, terjadi pengelompokan pegawai atas dasar identitas ideologi yang sempit. Mereka merasa ideologi kelompoknya yang paling benar, sedangkan kelompok lain di posisi yang selalu salah.

Salah satu konsekuensi buruk, menjadi tidak heran bila seseorang memperoleh atau tidak mendapat kesempatan promosi karir dan jabatan karena eksklusif subjektif yang sempit. Jika itu yang terjadi, dipastikan sangat bertentangan dengan seluruh nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Misalnya, karena faktor kesamaan paham dalam suatu aliran ideologi tertentu, mereka membentuk komunitas tertentu, baik di kantor dan acapkali relasi mereka berlanjut di luar kantor.

Biasanya mereka ini memiliki rasa in-group yang sangat tinggi, soliditas yang kuat dan sering mengelompok secara eksklusif, serta kohesi sosial di antara mereka sangat erat sekali dari aspek psikologis, sosiologis dan antropologis.

Mereka, satu dengan yang lain menjadi bagian yang tak terpisahkan. Sedangkan yang tidak sepaham dengan dirinya menjadi orang asing (out-group) dan seolah menempatkan orang lain itu sebagai “ancaman” dalam semua aktivitas dalam rangka mewujudkan tujuan mereka.

Karena itu, menurut saya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan RB) bersama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) harus bergerak cepat. Jangan sampai ketinggalan “kereta”. Ideologi radikal harus dibuat menjadi tawar dengan sosialisasi dan  komunikasi dalam rangka pembudayaan ideologi kebangsaan kita, Pancasila.

Untuk itu, sebaiknya kedua instansi di bawah presiden (Kemenpan RB dan BPIP) ini harus sesegera mungkin (urgent) membuat kerjasama dan program yang operasional tentang pembinaan nilai Pancasila kepada semua pegawai di semua kementerian dan instansi pemerintah agar hanya ideologi dan nilai-nilai Pancasila saja yang melandasi semua perilaku formal maupun informal di seluruh kementerian dan lembaga pemerintah di bawah presiden.

Dengan demikian, Pancasila akan terus mengalir di nadi seluruh pegawai pemerintah kita sampai akhir zaman, sebagai mana diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo pada sambutan yang disampaikan ketika peringatan Hari Kelahiran Pancasila, Jumat, 1 Juni 2018, pekan lalu.

Oleh karena itu, sudah merupakan keharusan bagi seluruh pegawai kementerian dan instansi pemerintah membudayakan nilai-nilai Pancasila di mana pun mereka berada. Utamanya di lingkungan kerja mereka. Sebab,  nilai-nilai luhur Pancasila ini bagian dari sumpah setia mereka sebagai abdi negara.

Dengan demikian, tidak akan ada paham radikalisme di semua kementerian dan instansi pemerintah dalam bentuk apapun, baik secara langsung atau tidak langsung, baik terselubung apalagi terang-terangan.

Penulis : DR. Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner di Jakarta

Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini