|

RCI ( Relawan Cinta Indonesia ) Membagi Ta'jil Gratis


Penulis  : Opa Jappy | Indonesia Hari Ini  

Teks gambar  : Team RCI ( Relawan Cinta Indonesia ) saat Turun ke Jalan Menghampiri umat guna Berbagi Tak ' Jil

Galur- Jakarta Pusat | Media Nasional Obor keadilan | Takjil, ta'jil (Arab, 'ajila) berarti menyegarkan dan mempercepat; atau sesuatu yang bisa menyegarkan. Pada mulanya, kata tersebut dipergunakan dalam konteks seseorang yang (setelah) bekerja keras (misalnya petani, gembala, pekerja) atau pun berjalan jauh (misalnya rombongan kafilah atau pedagang) dan tidak (sempat berhenti untuk makan), pada waktu ia (rombongan) singgah di Oase, maka mereka melakukan 'ajila atau ta'jil.
Para petani, gembala, atau pun pekerja yang bekerja dari pagi hingga siang atau soreh, beristirahat, dan makan serta minum. Makanan dan minuman tersebut untuk menyegarkan tubuh, sehingga bisa mencerpat pekerjaan atau tugas mereka.
Khususnya para pedaganh atau pun kafilah, ketika mereka tiba di Oase, maka barang  dagangan di atas punuk onta diturunkan, kemudian diberi minum. Semetara itu, orang-orangnya menyegarkan diri dengan mandi atau pun membasahi tubuh mulai dari kaki hingga kepala, kemudian mereka makan dan minum. Setelah semuanya sudah segar (dan juga kenyang) maka mereka pun melanjutkan perjalanan, dengan harapan akan lebih cepata sampai di tujuan karena sudah ta'jil atau segarkan diri, makan, dan minum.
Pada perkembangan kemudian, ta'jil, ajila, entah sejak kapan, khususnya di Indonesia, hanya dihubungkan dengan Ibadah Puasa atau makanan untuk berbuka puasa atau setelah menjalani puasa (dan doa) dari Subuh hingga Magrib. Penggunaan ini, sebetulnya tak tidak salah. Sebab, jika Ibadah Puasa, juga diyakini sebagai suatu 'perjuangan dan perjalanan spritual' yang penuh godaan, maka terjadi suatu pergulatan rohani yang bisa atau sangat melelahkan.
Pada 'perjuangan dan perjalanan spiritual' yang melelahkan tersebut, seseorang atau kita bisa saja jatuh atau tergoda, ibadah (Puasa) bisa batal. Namun, ketika seseorang atau kita, bisa mencapai menit-menit terakhir Ibadah Puasa (hari itu), ketahanan tubuhnya menurun, sehingga membutuhkan ta'jil. Di sini, ta'jil berfungsi sebagai 'makanan awal' sebelum makan yang lainnya.
Karena sebagai 'makanan awal,' maka ta'jil sering berupa minuman (dingin, hangat, dan panas), atau makan dengan kadar air yang banyak; di samping itu bisa berupa aneka gorengan (yang minim minyak), makanan berserat (terutama buah-buhan) atau pun bubur kacang hijau dan aneka juice.
Menjual dan Berjualan Takjil
Jika pada masa lalu, sesuai masa dan waktunya, ta'jil selalu dipersiapak (di rumah) dan  di bawa, sebagai bekal, selama perjalanan; pada kini, sudah berbeda. Entah sejak kapan mulai dilakukan, ta'jil sudah diperjual belikan, sehingga mereka yang (sementara) dalam perjalanan (misalnya dari Kantor ke rumah), bisa membeli ta'jil (membawa pulang ke rumah atau berbuka puasa di tempat berjualan ta'jil).
Jadi, tak bisa dibantah bahwa, terutaman di Indonesia, setiap Ramadhan muncuk 'giat ekonomi rumahan,'  muncul aneka jenis ta'jil yang dijual sepanjang pinggir jalan, gang, dan teras rumah. Dengan demikian, ada rezeki tambahan pada setiap Ramadhan. Pembeli tertolong dan tidak repot, penjual pun mendapat untung sekaligus beramal atau pun berbuat baik.   
Dokumentasi Pribadi
Pembagian Ta'jil di Area Publik
Mungkin anda dan saya, terutama pada kota-kota di pulau Jawa, masih ingat sejak kapan orang berjualann ta'jil? Agaknya belum lama, mungkin 30 atau 25 tahun lalu, belum ada atau ada namun sedikit, tidak seramai sekarang. Sama halnya dengan giat lain selama Ramadhan, yaitu pembaian ta'jil (gratis) kepada orang-orang tidak beruntung ataupun mereka yang dalam perjalanan; ketika saatnya berbuka puasa, mereka masih di perjalanan atau pun tak ada apa-apa untuk berbuka.
Banyak orang sering membagi ta'jik di area publik, tapi mereka, ketika saya bertanya, tidak tahu sejak kapan kegiatan tersebut mulai ada. Saya tiba-tiba ingat pada (mantan pimpinan dan rekan kerja di Lab School Jakarta) Prof Dr Arief Rachman; pada waktu itu, tahun 96/97, negeri ini mengalami krisis. Sebagai pimpinan, Prof Arief Rachman 'melempar' gagasan ke para guru dan siswa untuk melakukan Ramadhan On The Road.
Gagasan tersebut kemudian dilaksanakan oleh Bidang Kerohanian Islam dengan mengadakan membagi makanan untuk Subuh dan Berbuka atau ta'jil di area terbuka, misalnya pinggir jalan. Dan, ternyata sangat bermafaat. Belakangan, gait membagi ta'jil tersebut diikuti oleh sekolah, kampus, dan kelompok-kelompok masyarakat. [Note: Model yang nyaris sama dilakukan oleh Kerohanian Kristen dan Katolik, pada setiap 'Bulan Natalan' melakukan pembagian bingkisan ke orang-orang tak beruntung].
Kini, setelah lebih dari 25 tahun dicetuskan, pembagian ta'jil (gratis) di area publik, sudah menjadi kebiasaan; atau bahkan sebagai kegiatan wajib pada sejumlah intitusi atau pun organisasi. Dengan dasar itulah, maka kelompok yang menamakan diri Relawan Cinta Indonesia, kemarin 29 Mei 2018, (kembali) melakukan pembagian ta'jil ratusan orang di Jakarta Pusat.
Menurut Ade Fedijana, Ketum Relawan Cinta Indonesia, "Pembagian ta'jil merupakan salah satu kegiatan tetap RCI. Ini adalah dari tahun-tahun sebelumnya, dan akan terus dilaksankan. Tahun ini RCI membagi ta'jil di Galur Jakarta Pusat." Todora Radisic, pembina RCI, menambahkan bahwa ta'jil yang dibagikan adalah hasil kerja sendiri, buat di rumah atau pun beli. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Juliet Syaranamual, salah satu aktifis perempuan dan pengurus RCI, Pembagian Ta'jil ini merupakan salah satau bentuk kepedulian RCI terhadap orang-orang tak beruntung dan mereka yang dalam perjalanan.
Pembagian Ta'jil sebagai Salah Satu Gaya Hidup Ramadhan
Adakah Gaya Hidup Ramadhan? Saya sebut ada. Karena pada masa ramadhan, terutama di wilayah-wilayah mayoritas umat Islam, terjadi perubahan yang sangat terlihat, mulai dari gaya dan model berpakaian, raut wajah, hingga tutur kata dalam percakapan sosial.
Semuanya atau umumnya, menunjukkan bahwa mereka atau dirinya sementara menjalankan Ibadah Puasa. Sesuatu yang menarik dan bagus. Namun, pada sisi lain, ada peningkatan biaya untuk konsumsi makanan dan minuman. Bahkan, ada juga acara-acara yang disbut Bukber atau Buka (Puasa) Bersama, mulai di warung-warung kecil hingga hotel berbintang. Tentu, semuanya berbiaya, rendah/murah hingga mahal. Tak salah khan.
Tapi, bagaimana jika biaya-biaya untuk bukber tersebut, dialokasikan untuk pembagian ta'jil gratis? Katakanlah, diberikan kepada mereka yang ada komunitas padat penduduk, panti asuhan, rumah jompo, dan lain sebagainya. Atau, seperti yang dilakukan oleh Relawan Cinta Indonesia, yang membagi ta'jil kepada orang-orang di pinggir jalan dan dalam perjalanan.
Tentu yang harus diingat juga bahwa Pembagian Ta'jil Gratis ini bukan agar dipandang oleh manusia, namun semata-mata karena perhatian, cinta dan kasih sayang terhadap sesama.
Itulah salah satu bentuk ibadah, bukan di ruang-ruang tertutup, melainkan pada area terbuka. Bukan untuk dilihat manusia, melainkan dilihat oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.



Sumber : compasiana 

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini  

Komentar

Berita Terkini